Oposisi Gugat Afsel agar Tangkap Putin jika Ngotot Datang KTT BRICS
Partai oposisi Afrika Selatan ngotot ingin menangkap Presiden Rusia Vladimir Putin sesuai amanah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) saat sang presiden datang ke negara itu untuk menghadiri BRICS.
Partai Aliansi Demokratik (DA) menyatakan pihaknya meluncurkan permohonan pengadilan untuk memastikan pemerintah menahan Putin dan menyerahkannya ke ICC saat yang bersangkutan menginjakkan kaki di Afrika Selatan.
"Tindakan pengadilan pendahuluan ini bertujuan memastikan Afrika Selatan menjunjung tinggi kewajibannya," kata Menteri Kehakiman bayangan, Glynnis Breytenbach, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip AFP, Selasa (30/5).
Breytenbach menuturkan partainya saat ini sedang mencari "perintah deklaratif" untuk menghindari kejadian di tahun 2015 terulang. Kala itu, Afrika Selatan gagal menangkap Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir yang juga diburu ICC kala itu.
Rusia sejauh ini belum memberikan informasi apakah Putin bakal datang atau tidak ke pertemuan puncak pada Agustus tersebut. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Selasa (30/5) hanya menegaskan bahwa Rusia "akan terwakili sebagaimana mestinya."
Dia juga menambahkan bahwa Moskow berharap BRICS "tidak dibimbing" oleh "keputusan yang tidak sah" seperti surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC.
Sikap partai oposisi Afsel ini terjadi setelah pemerintah negara itu memberikan kekebalan diplomatik kepada para pejabat yang akan menghadiri pertemuan menteri luar negeri BRICS pekan ini serta pertemuan puncak kepala negara aliansi itu pada Agustus mendatang.
Sejumlah pihak menilai langkah tersebut merupakan persiapan Pretoria untuk memberikan perlindungan hukum bagi kunjungan Putin di Afsel. Namun, Kemlu Afsel membantah dengan menyatakan bahwa pemberian kekebalan tak akan mengesampingkan surat perintah ICC.
"Kekebalan ini tidak mengesampingkan surat perintah apa pun yang mungkin telah dikeluarkan oleh pengadilan internasional terhadap peserta konferensi," demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Afsel.
Kemlu Afsel menegaskan keputusan memberikan kekebalan diplomatik tersebut yaitu sebagai prosedur "standar" untuk menyelenggarakan konferensi internasional.
Sementara itu, di tengah huru-hara ini, Afrika Selatan mengungkapkan bahwa mereka tengah menyiapkan rencana mengubah undang-undang yang akan menegaskan kembali keputusan menangkap atau tidak seorang kepala negara.
Wakil Menteri Tata Kelola Koperasi dan Adat Afsel, Obed Bapela, mengatakan kepada BBC bahwa Pretoria kini sedang berencana mengubah undang-undang.
"Pada bulan Juni kami akan mengajukan undang-undang di parlemen," kata Bapela.
"(Melalui undang-undang tersebut, Afrika Selatan) akan memberikan pengecualian siapa yang ditangkap dan siapa yang tidak ditangkap," lanjut dia.
Di bawah undang-undang saat ini, Afrika Selatan wajib menangkap Putin jika sang presiden tiba di wilayahnya. Hal itu karena Afsel merupakan anggota ICC.
Para anggota ICC memang diwajibkan menaati setiap perintah yang dikeluarkan aliansi sesuai amanat Statuta Roma.
Meski begitu, Afsel selama ini berusaha bersikap netral terhadap Rusia. Pretoria menolak mengutuk invasi Rusia di Ukraina dan belum juga mengeluarkan pernyataan mengenai sikapnya menangani masalah permintaan penangkapan Putin oleh ICC.
Putin sendiri ingin ditangkap ICC karena tuduhan bahwa Rusia secara ilegal mendeportasi anak-anak Ukraina.
Awal bulan ini, Presiden Afsel Cyril Ramaphosa mengaku bahwa negaranya berada di bawah "tekanan luar biasa" untuk memihak dalam konflik tersebut.
(blq/rds)