Swedia Izinkan Demo Bakar Taurat dan Alkitab di Luar Kedubes Israel
Otoritas Swedia mengizinkan aksi protes dengan cara membakar Taurat dan Alkitab di luar Kedutaan Besar Israel, Stockholm pada Jumat (14/7).
Radio nasional Swedia, Radio Svriges, memberitakan seseorang mengajukan permohonan izin demonstrasi dan membakar kitab suci pada Sabtu (15/7) dan telah diizinkan oleh pihak berwenang.
Menanggapi hal tersebut, Kongres Yahudi Eropa (EJC) mengutuk tindakan otoritas Swedia.
"Tindakan provokatif, rasis, antisemit, dan memuakkan seperti ini tidak memiliki tempat dalam masyarakat beradab mana pun," kata Presiden EJC Ariel Muzicant seperti diberitakan CNN pada Jumat (14/7).
Ia menilai izin yang dikeluarkan otoritas Swedia mencerminkan minoritas tidak diterima dan tidak dihormati di negara tersebut. Menurut Muzicant, tindakan otoritas Swedia itu merupakan aib.
Oleh sebab itu, Ariel Muzicant mengajak negara-negara demokratis di mana pun untuk ikut mencegah kebijakan dari otoritas Swedia.
Senada, Presiden Israel Isaac Herzog juga mengutuk keputusan otoritas Swedia yang mengizinkan pembakaran kitab suci dalam aksi protes.
Selain Taurat, beberapa waktu lalu otoritas Swedia juga mengizinkan pembakaran Al-Quran dalam aksi demonstrasi. Pihak kepolisian berdalih izin itu dikeluarkan atas dasar kebebasan berekspresi.
"Saya dengan tegas mengutuk izin yang diberikan di Swedia untuk membakar kitab suci. Sebagai Presiden Israel, saya mengutuk pembakaran Al-Quran, yang suci bagi umat Islam di seluruh dunia, dan saya sekarang patah hati karena nasib yang sama menunggu Alkitab Yahudi, kitab abadi orang-orang Yahudi," kata dia.
Pembakaran kitab suci dalam aksi protes belakangan kerap terjadi di Swedia. Pada akhir Juni lalu, seorang pria membakar Al Quran di depan sebuah masjid.
Aksi ini memicu protes kekerasan di kedutaan Swedia di Baghdad.
Pada Selasa (11/7), sejumlah negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengajukan resolusi ke Dewan HAM PBB merespons pembakaran Al Quran.
Resolusi itu menyerukan negara-negara untuk meninjau kembali undang-undang mereka dan menutupi celah yang dapat "menghalangi pencegahan dan penuntutan tindakan dan advokasi kebencian agama", demikian dilaporkan Al Arabiya.
Dewan HAM PBB pun menyetujui resolusi tersebut pada Rabu (12/7). Keputusan itu diambil berdasarkan pemungutan suara yang didukung 28 negara. Sebanyak 12 negara menentang resolusi dan tujuh negara lainnya abstain.