Tak hanya hukum, politik dan tradisi sosial di Swedia saat ini pun mendukung perlindungan terhadap kebebasan berekpsresi sehingga insiden seperti pembakaran Al Quran kecil kemungkinan dapat dilarang dalam waktu dekat.
Meski begitu, Perdana Menteri Ulf Kristersson dan jajarannya masih memutar otak untuk mencari cara agar polisi dapat menghentikan pembakaran Al Quran dan kitab suci agama lainnya.
Sebab, aksi pembakaran Al Quran berpotensi membahayakan prospek Swedia masuk Aliansi Pertahanan Negara Atlantik Utara (NATO) dan keamanan nasionalnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sejumlah pejabat pemerintah justru berbeda pendapat dengan Kristersson. Wakil PM Ebba Busch dari Partai Demokrat Kristen mengatakan bahwa Swedia yang berhak menentukan hukumnya sendiri dan tidak dipengaruhi oleh agama atau undang-undang negara lain.
"Swedia tidak memunggungi Islamisme. Membakar kitab suci itu sikap yang tercela, tapi tidak ilegal," menurut Busch melalui Twitter beberapa waktu terakhir ini.
Dengan perbedaan pendapat ini, perubahan undang-undang yang bisa melarang aksi pembakaran kitab suci pun dinilai tidak mungkin lolos di parlemen, apalagi disahkan.
Sebab, pemerintah saat ini masih bergantung pada dukungan orang-orang Demokrat, partai terbesar kedua di parlemen Swedia saat ini. Banyak dari anggota partai tersebut dikenal anti-imigran dan kritis terhadap Islam.
"Demokrat belum mempertimbangkan mengajukan UU semacam itu di Swedia. Kami juga tidak bermaksud untuk mendukung undang-undang semacam itu jika diajukan ke parlemen," papar Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Swedia, Richard Jomshof, kepada Reuters pada akhir Juli lalu.
Dengan kondisi politik seperti ini, setiap usulan perubahan UU Kebebasan Berpendapat tampaknya akan sulit dilakukan. Selain minim dukungan di parlemen, amandemen seperti ini juga membutuhkan proses yang sangat panjang mulai dari pemungutan suara awal di parlemen, referendum umun, dan pemilihan di parlemen lagi.
(rds/bac)