Jakarta, CNN Indonesia --
Aksi pembakaran Al Quran oleh para pedemo di beberapa negara Eropa menjadi sorotan dunia internasional.
Pembakaran Al Quran dilakukan berulang kali oleh kelompok-kelompok anti-Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi ini memicu kegeraman dan kemarahan negara-negara Islam dunia. Namun, aksi pembakaran ini tidak bisa mendapatkan larangan dari pemerintah setempat.
Mereka berasumsi bahwa aksi pembakaran ini merupakan bagian dari kebebasan berpendapat. Menanggapi maraknya aksi pembakaran Al Quran, masyarakat Indonesia ikut melakukan protes. Dilansir dari media Arab News, 300 masyarakat turun ke jalan melakukan demonstrasi dan membakar foto para pelaku pembakar Al Quran.
Lalu, negara mana saja mengizinkan pedemo membakar Al Quran dan apa alasannya?
Berikut tiga negara yang izinkan pendemo bakar Al Quran.
1. Swedia
Aksi pembakaran Al Quran terjadi di Swedia pada 28 Juni 2023, tepat saat perayaan Idul Adha. Aksi ini bermula ketika seorang pengungsi Irak, Salwan Momika, merobek dan membakar Al Quran diluar Masjid Stockholm. Aksi ini berlanjut dengan pembakaran Al Quran oleh demonstran lainnya.
Beberapa tahun sebelumnya, aksi demonstrasi dengan pembakaran Al Quran dan pelecehan bendera Irak juga terjadi di Swedia. Dilansir dari CBS News, pemerintah Swedia mengimbau masyarakatnya untuk berhenti menggunakan kitab suci dalam aksi protes karena membuat negara Swedia menjadi target terorisme.
Namun, pemerintah Swedia tidak bisa menghentikan masyarakatnya melakukan demonstrasi. Larangan demonstrasi baru bisa dikeluarkan oleh pihak kepolisian ketika mengancam keselamatan publik.
[Gambas:Video CNN]
"Kebebasan berbicara adalah bagian dari budaya hukum kita." kata Professor Schultz, dikutip dari BBC News.
Motif yang terlihat dari pembakaran Al Quran oleh Momika adalah latar belakang nya yang anti terhadap Islam. Dikutip dari media Deutsch Welle, Momika sejak dahulu melawan para ekstremis kelompok negara Islam.
Momika juga disebut-sebut terhubung dengan berbagai agenda kelompok atheis dan komunis.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
2. Denmark
Denmark juga mengalami peristiwa pembakaran Al Quran oleh dua demonstran di depan kedutaan besar Irak. Al Jazeera melaporkan bahwa dua demonstran tersebut menganggap diri sebagai pahlawan Denmark dengan aksinya menginjak dan membakar Al Quran disamping bendera Irak yang tergeletak di tanah.
Sebagai negara yang sekuler, Denmark tidak memiliki konstitusi khusus yang mengatur tentang agama. Sebagian besar kebudayaan Denmark dipengaruhi oleh tradisi Kristen.
Pemerintah Denmark menjunjung tinggi kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, pemerintah Denmark berusaha menyelidiki sejauh mana aksi pembakaran Al Quran mempengaruhi keamanan negara.
"Hal ini tentu saja harus dilakukan dalam kerangka kebebasan berekspresi yang dilindungi konstitusi dan dengan cara yang tidak mengubah fakta bahwa kebebasan berekspresi di Denmark mempunyai cakupan yang sangat luas," kata menteri luar negeri Denmark, dilansir dari The Guardian.
3. Belanda
Pembakaran Al Quran terjadi di Belanda pada Januari 2023 dengan isu Islamophobia yang kian merebak. Pembakaran Al Quran ini menjadi perhatian publik setelah video amatirnya tersebar di sosial media.
Seorang pemimpin kelompok Patriotik Eropa Melawan Islamisasi Barat (PEGIDA), Edwin Wagensveld, merobek dan membakar salinan Al Quran. Diperkirakan akan terjadi peristiwa serupa di kota-kota lainnya. Edwin berargumen bahwa protes menggunakan Al Quran mendapatkan izin dari pemerintah, asalkan tidak membakar.
"Hak untuk melakukan protes dan hak atas kebebasan berekspresi adalah hak asasi manusia dan kebebasan yang dilindungi konstitusi dan perjanjian. Pada prinsipnya membakar benda tidak diperbolehkan, karena dapat menimbulkan bahaya," tertulis dalam surat izin demonstrasi Den Haag.
Aksi Edwin ini mendapat perhatian dari masyarakat Islam di Belanda. Mereka menolak adanya segala bentuk tindakan pelecehan terhadap Al Quran dan Islamophobia.
Anadolu melaporkan bahwa ratusan demonstran Muslim melakukan aksi unjuk rasa menuju alun-alun Koekamp. Aksi unjuk rasa tersebut menjadi bagian dari gerakan "Hentikan Kebencian Anti-Muslim" oleh Federasi Organisasi Islam (FIO) dan Asosiasi Organisasi Islam Wilayah Haaglanden (SIORH).