Alih-alih digunakan untuk memperbaiki pemerintahan, status darurat militer di Korsel saat itu malah dijadikan ajang bagi Chun Doo Hwan untuk melanjutkan kepemimpinan diktator Park Chung Hee di Korsel.
Saat itu, status darurat militer di sana digunakan Chung sebagai alat untuk membungkam pers, menutup universitas, hingga membunuh para pengkritik pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tindakan semena-mena itu akhirnya membuat publik Korsel marah dan mulai melakukan pemberontakan.
Pada 1980, para mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran di Kota Gwangju. Demonstrasi ini dilakukan lantaran mereka sudah muak Korsel dipimpin oleh seorang diktator. Selain itu, demonstrasi ini juga dilakukan untuk memprotes darurat militer yang ditetapkan oleh Chung.
Merespons tindakan ini, Chung tidak tinggal diam. Ia langsung mengerahkan pasukannya untuk memberangus para pendemo tersebut. Imbasnya, sebanyak hampir 200 mahasiswa dinyatakan tewas usai diberangus oleh pasukan Chung.
Hal ini membuat Chung berhasil melanggengkan kepemimpinan diktatornya di Korsel hingga 1988. Baru pada 1990, Chung divonis hukuman mati imbas kasus pemberangusan mahasiswa yang ia lakukan pada 1980.
Namun, vonis tersebut tidak jadi dilaksanakan lantaran pengadilan Korsel memutuskan untuk mengampuni semua kesalahan Chung di masa lampau.
Insiden pemberontakan Gwangju yang terjadi pada 1980 ini pada akhirnya membekas di benak warga Korsel.
Oleh karena itu, mereka menolak keras penetapan status darurat militer yang diberlakukan Presiden Yoon pada Selasa lalu. Sebab, mereka khawatir kejadian serupa seperti pada 1980 bakal terulang kembali.
(gas/bac)