Jakarta, CNN Indonesia --
Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk hak asasi manusia, Francesca Albanese, merilis laporan yang menyebut puluhan perusahaan global terlibat dalam aksi pendudukan Israel dan genosida di Gaza.
Dalam laporan terbarunya yang akan dipresentasikan di Jenewa pada Kamis (3/7), Albanese menyebut 48 perusahaan yang terlibat genosida di Palestina oleh Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini termasuk raksasa teknologi asal Amerika Serikat seperti Microsoft, Alphabet Inc (induk Google), dan Amazon, sebagai pihak yang turut mendukung operasi militer Israel yang dinilai melanggar hukum internasional.
"Pendudukan abadi Israel telah menjadi ladang uji coba ideal bagi para produsen senjata dan perusahaan teknologi besar, dengan permintaan tinggi, minim pengawasan, dan tanpa akuntabilitas," demikian dalam laporan tersebut, dilansir dari Aljazeera.
"Perusahaan-perusahaan ini tidak lagi sekadar terlibat dalam pendudukan, mereka kini menjadi bagian dari ekonomi genosida," lanjut laporan tersebut, menunjuk pada serangan brutal Israel ke Gaza yang telah berlangsung sejak Oktober 2023.
Perusahaan teknologi dan senjata yang terlibat
Laporan PBB menyebut program pengadaan jet tempur F-35 milik Israel yang dipimpin oleh Lockheed Martin melibatkan lebih dari 1.600 perusahaan di delapan negara.
Leonardo S.p.A dari Italia dan FANUC Corporation dari Jepang juga masuk daftar karena mendukung produksi senjata.
Sektor teknologi pun juga terlibat. Microsoft, Amazon, dan Google dituding memberikan akses luas ke teknologi cloud dan kecerdasan buatan (AI) yang memperkuat sistem pengawasan dan pengumpulan data biometrik terhadap warga Palestina.
Perusahaan IBM disebut menyediakan pelatihan bagi militer dan badan intelijen Israel serta mengelola basis data biometrik milik otoritas imigrasi dan perbatasan Israel.
Sementara itu, perusahaan teknologi AS lainnya, Palantir Technologies, diduga menyediakan teknologi prediktif untuk operasi militer otomatis.
Ini termasuk sistem AI seperti Lavender, Gospel, dan Where's Daddy? yang digunakan untuk menyusun daftar target di medan perang.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Selain sektor militer dan teknologi, PBB juga mencatat keterlibatan perusahaan sipil yang produknya digunakan untuk mendukung Israel.
Di antaranya adalah Caterpillar, Volvo Group (Swedia), dan HD Hyundai (Korea Selatan) yang menyediakan alat berat untuk penghancuran rumah dan pembangunan permukiman ilegal di Tepi Barat.
Platform penyewaan akomodasi Airbnb dan Booking.com juga masuk dalam laporan karena mencantumkan properti di wilayah pendudukan yang melanggar hukum internasional.
Dalam sektor energi, Drummond Company dari AS dan Glencore dari Swiss disebut sebagai penyedia utama batu bara untuk pembangkit listrik Israel.
Laporan juga menyebut perusahaan susu asal China, Bright Dairy & Food, pemilik mayoritas saham perusahaan makanan terbesar Israel, Tnuva, yang beroperasi di atas tanah Palestina.
Perusahaan irigasi Netafim, yang 80 persen sahamnya dimiliki Orbia Advance Corporation dari Meksiko, disebut menyediakan infrastruktur pengurasan sumber daya air di wilayah pendudukan.
Investor dibalik perusahaan
Laporan tersebut juga menyoroti dua investor besar asal Amerika Serikat yang menjadi pendukung utama perusahaan-perusahaan yang disebut: BlackRock dan Vanguard.
BlackRock tercatat sebagai investor besar di Palantir (8,6%), Microsoft (7,8%), Amazon (6,6%), Alphabet (6,6%), dan IBM (8,6%), serta pemegang saham signifikan di Lockheed Martin dan Caterpillar.
Sementara itu, Vanguard disebut sebagai investor terbesar di Caterpillar (9,8%), Chevron (8,9%), dan Palantir (9,1%), serta pemilik saham kedua terbesar di Lockheed Martin dan produsen senjata Israel, Elbit Systems.
Perang Gaza jadi "Lapangan Keuntungan"
Sejak dimulainya perang di Gaza, laporan menyatakan bahwa pendudukan kini justru lebih banyak berasal dari "ekonomi genosida".
Anggaran militer Israel melonjak 65 persen antara 2023 dan 2024, menjadi US$46,5 miliar.
Bursa Efek Tel Aviv mengalami lonjakan hingga 179 persen, menambah nilai pasar sebesar US$157,9 miliar.
Perusahaan asuransi global seperti Allianz dan AXA juga disebut berinvestasi besar dalam saham dan obligasi yang terkait dengan pendudukan Israel, baik sebagai cadangan modal maupun untuk meraih keuntungan.
Tanggung jawab hukum perusahaan
Albanese menegaskan bahwa perusahaan swasta tak bisa lepas dari kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia, meskipun negara tempat mereka gagal menegakkan hukum tersebut.
"Entitas korporat punya tanggung jawab untuk menilai dampak aktivitas dan hubungan bisnis mereka terhadap potensi pelanggaran HAM," kata laporan tersebut.