Israel Kirim Tim ke Qatar untuk Berunding Gencatan Senjata di Gaza
Israel mengumumkan rencana untuk turut dalam perundingan gencatan senjata Gaza, Palestina, di Qatar. Hal ini disampaikan kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu usai tanggapan positif Hamas terhadap proposal yang dimediasi AS.
Netanyahu menginstruksikan "untuk menerima undangan perundingan yang tertutup". Tim dari Israel rencananya dikirim ke Doha, Qatar pada Minggu (6/7).
"[Namun] perubahan yang diminta Hamas untuk dilakukan terhadap proposal Qatar telah disampaikan kepada kami tadi malam dan tidak dapat diterima oleh Israel," demikian yang disampaikan kantor Netanyahu lewat sebuah pernyataan resmi dikutip dari Al Jazeera.
Akan tetapi pernyataan resmi tersebut tidak menjelaskan perubahan apa yang diminta Hamas.
Pengumuman ini menyusul tanggapan positif terhadap proposal yang saat ini ditengahi oleh AS. Proposal melibatkan soal gencatan senjata selama 60 hari di Gaza. Hal ini meningkatkan harapan akan kemungkinan akhir dari serangan mematikan Israel di sana.
Di sisi lain, Hamas telah mengajukan tiga permintaan untuk mengamandemen inti atas proposal tersebut. Hamas ingin perundingan dilaksanakan untuk mengakhiri perang.
Hamas juga menginginkan bantuan kemanusiaan dikirim ke Gaza lewat mekanisme internasional yang dipimpin PBB, bukan Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung AS dan Israel.
Hal ini mengingat lebih dari 700 warga Palestina tewas dan ribuan lainnya terluka saat mencari bantuan di lokasi GHF sejak yayasan beroperasi pada akhir Mei.
Kemudian permintaan ketiga adalah tentang di mana pasukan Israel ditempatkan di Jalur Gaza.
Sementara itu, Israel masih menjatuhkan bom-bom di Gaza. Al Jazeera menyebut pada Minggu (6/7), dalam 24 jam terakhir setidaknya 78 orang tewas termasuk korban pemboman di sebuah sekolah dan bangunan tempat tinggal.
Zahwa Salmi, korban selamat dari serangan di sekolah al-Shafi, Gaza, berkata pemboman. itu terjadi ketika para keluarga yang mengungsi sedang tidur.
"Orang-orang berteriak: 'Tidak ada Tuhan selain Allah! Tolong kami, seseorang!' Tapi kemudian kami tidak mendengar suara apa pun dari mereka," ujar Salmi.
Tak hanya dibom, warga juga tewas saat hendak mendapatkan makanan. Dehidrasi dan kelaparan meluas. Banyak keluarga tidak makan.
Wakil direktur eksekutif Program Pangan Dunia (WFP), Charles Skau berkata situasi di daerah itu adalah yang terburuk yang pernah dilihatnya.
"Sulit untuk menemukan kata-kata untuk menggambarkan tingkat keputusasaan yang saya saksikan. Orang-orang sekarat hanya karena berusaha mendapatkan makanan," katanya dalam sebuah pernyataan.
(els/end)