Jakarta, CNN Indonesia --
Komunitas Yahudi di Australia mulai merasa "sangat tidak aman" karena lonjakan ancaman, aksi vandalisme, hingga kekerasan sejak agresi Israel ke Gaza.
Hal ini diungkapkan oleh utusan khusus Australia untuk memerangi antisemitisme, Jillian Segal, dalam konferensi pers pada Kamis (10/7), tepat satu tahun setelah ia ditunjuk untuk menempati posisi tersebut oleh Perdana Menteri Anthony Albanese.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Segal mengeklaim bahwa sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Gaza, terjadi peningkatan insiden antisemitisme hingga 300 persen dalam waktu satu tahun.
"Kami telah melihat mobil dibakar, sinagoga dibakar, individu Yahudi dilecehkan dan diserang. Ini sama sekali tidak bisa diterima," kata Segal, dikutip dari AFP.
Ia menyoroti dugaan percobaan pembakaran sinagoga di Melbourne pada Jumat lalu.
Di hari yang sama, sekitar 20 pengunjuk rasa dilaporkan menyerbu sebuah restoran milik warga Israel, sementara sejumlah mobil dicoret dengan grafiti dan dibakar di lokasi berbeda di kota yang sama.
"Ini bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Ini merupakan bagian dari pola yang lebih luas yang menciptakan intimidasi dan kekerasan, sehingga membuat warga Yahudi Australia merasa sangat tidak aman," ujar Segal.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Segal menyebut kondisi ini telah mencapai "titik kritis" yang mengancam harmoni sosial, melemahkan kepercayaan terhadap institusi publik, serta meminggirkan warga Yahudi di Australia.
Menurutnya, setiap warga Australia perlu merasa khawatir karena "keamanan dan martabat satu komunitas berdampak pada kita semua."
Sejak akhir tahun lalu, wilayah-wilayah yang mayoritas dihuni komunitas Yahudi di Melbourne dan Sydney sering menjadi sasaran vandalisme bermotif kebencian.
Salah satu insiden paling menonjol terjadi pada Desember lalu ketika sekelompok pria bertopeng melempar bom molotov ke sinagoga di Melbourne.
Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Australia membentuk satuan tugas federal untuk memerangi antisemitisme.
Rekomendasi penanganan
Dalam laporan sepanjang 16 halaman, Segal mengajukan sejumlah rekomendasi untuk menekan lonjakan antisemitisme, antara lain:
- Penguatan undang-undang terkait ujaran kebencian dan intimidasi.
- Peningkatan edukasi, khususnya tentang Holocaust.
- Penegakan tanggung jawab universitas dalam menciptakan lingkungan bebas intimidasi dengan ancaman pencabutan pendanaan.
- Pengetatan pengawasan terhadap penyebaran ujaran kebencian di dunia maya.
- Mendorong media untuk menyampaikan peliputan yang "akurat, adil, dan bertanggung jawab."
Segal menyebuy bahwa antisemitisme adalah "kebencian tertua di dunia" yang mungkin tidak akan pernah benar-benar lenyap, namun bisa dikendalikan dan dikembalikan ke pinggiran masyarakat dengan tekad, kepemimpinan, dan persatuan.
Menanggapi laporan tersebut, PM Anthony Albanese menyatakan komitmennya untuk bekerja sama secara konstruktif dengan utusan khusus tersebut dalam menerapkan berbagai rekomendasi yang diajukan.