Partai ini mendorong kebijakan yang membatasi jumlah penduduk asing per kota, memperketat imigrasi, membatasi tunjangan untuk warga asing, serta memperketat proses naturalisasi.
Selain itu, Sanseito juga fokus dengan isu peningkatan kapasitas pertahanan, pemotongan pajak, hukum anti-spionase, dan sistem kesehatan yang lebih skeptis terhadap vaksin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Platform Sanseito sering dibandingkan dengan gerakan populis kanan lainnya seperti MAGA di Amerika Serikat, AfD di Jerman, dan Reform UK di Inggris.
Menurut pengamat internasional, kemenangan Sanseito juga mencerminkan kelemahan internal partai penguasa.
"Ini lebih mencerminkan kelemahan LDP dan Ishiba daripada kekuatan Sanseito sendiri," ujar Joshua Walker, Presiden Japan Society yang berbasis di AS, dikutip dari Reuters.
Di sisi lain, platform Sanseito juga mendapat kritik luas karena dinilai xenofobia (ketakutan atau kebencian terhadap orang asing) dan diskriminatif. Namun menjelang pemilu, Kamiya mencoba meredam citra tersebut untuk menarik pemilih perempuan.
Setelah hasil pemilu diumumkan, Kamiya mengklaim bahwa publik akhirnya menyadari "media yang salah dan Sanseito yang benar."
Sementara itu, PM Ishiba dalam konferensi pers menyebut hasil pemilu sebagai "penilaian keras terhadap LDP" dan menyampaikan permintaan maaf kepada publik.
Ia menegaskan akan tetap memimpin pemerintahan bersama mitra koalisinya dan bekerja sama dengan partai-partai lain untuk menghadapi isu-isu strategis.
Salah satunya termasuk tarif 25 persen dari AS yang akan berlaku mulai 1 Agustus kecuali Jepang berhasil mencapai kesepakatan.
"Saya ingin segera berbicara dengan Trump untuk mencari solusi," kata Ishiba.
(zdm/bac)