Jakarta, CNN Indonesia --
Serangkaian ledakan dan kebakaran misterius yang terjadi hampir setiap hari di Iran dalam beberapa pekan terakhir memicu kecurigaan pejabat tinggi negara tersebut.
Sejumlah pejabat Iran menduga ledakan dan kebakaran misterius itu merupakan sabotase terkoordinasi yang dilakukan oleh Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ledakan dan kebakaran dilaporkan terjadi di berbagai lokasi strategis, mulai dari kompleks apartemen, kilang minyak, jalan di dekat bandara utama, hingga pabrik sepatu.
Insiden tersebut memicu ketakutan di tengah masyarakat yang masih dibayangi trauma usai perang singkat Iran dengan Israel dan Amerika Serikat pada Juni lalu.
Meski di depan publik pejabat Iran cenderung meremehkan peristiwa ini sebagai kebetulan atau akibat infrastruktur yang menua, beberapa pejabat, termasuk seorang anggota Garda Revolusi Islam (IRGC), secara anonim menyatakan bahwa mereka meyakini sebagian besar insiden tersebut adalah aksi sabotase.
Mereka menuduh Israel sebagai otak di belakang peristiwa ini, merujuk pada sejarah panjang operasi rahasia negara itu di Iran, termasuk pembunuhan dan ledakan yang menargetkan fasilitas nuklir serta tokoh militer.
Seorang pejabat Eropa yang sering menangani isu Iran turut menyampaikan analisis serupa, dikutip dari New York Times.
Ia menilai pola ledakan ini mencerminkan strategi psikologis khas Israel yang bertujuan menciptakan kekacauan sekaligus melumpuhkan target-target tertentu.
Meski demikian, hingga kini belum ada bukti konkret yang dipublikasikan untuk mendukung dugaan tersebut.
Pemerintah Iran sendiri masih menyampaikan berbagai penjelasan resmi, mulai dari kebocoran gas, pembakaran sampah, hingga pembakaran rumput liar yang "terkendali".
Namun, penjelasan tersebut belum dianggap cukup untuk menjelaskan frekuensi ledakan yang kini terjadi 1-2 kali setiap harinya di berbagai sudut negeri.
Salah satu insiden besar terjadi di pabrik minyak utama di kota Abadan, selatan Iran, pada Sabtu lalu.
Kebakaran tersebut menewaskan satu orang, melukai banyak lainnya, dan menghentikan satu jalur produksi.
Di sisi lain, ledakan di gedung apartemen dan pabrik-pabrik turut memperburuk rasa panik publik.
Beberapa pejabat mengatakan mereka berhati-hati untuk tidak secara terbuka menuduh Israel, karena hal itu akan menempatkan Iran dalam posisi harus membalas, padahal kekuatan militer negara itu masih terpukul pasca serangan udara Israel bulan lalu.
Peperangan antara Iran dan Israel sendiri selama lebih dari satu dekade terakhir memang banyak terjadi di balik layar, melalui udara, darat, laut, hingga serangan siber.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Israel diketahui pernah melancarkan operasi rahasia di Iran, sementara Iran pun menyerang kapal milik Israel dan menargetkan fasilitas yang terafiliasi dengan Israel di Irak.
Israel menolak memberikan komentar atas situasi ini. Namun, Direktur Badan Intelijen Israel, Mossad, pada Juni lalu secara terbuka menyatakan bahwa operasinya di Iran akan terus berlanjut.
"Kami akan tetap hadir di sana, seperti sebelumnya," ucapnya dalam pidato langka.
Sementara itu, di dalam negeri, sejumlah ledakan diyakini telah dilakukan dengan sengaja.
Salah satunya adalah ledakan besar di Qom, yang merusak satu blok apartemen dan melukai tujuh orang.
Dua pejabat Iran menyebut bahwa unit yang meledak itu disewa oleh pelaku yang meninggalkan kompor menyala dengan gas terbuka, menyindir bahwa terdapat niat sabotase.
Kasus lain terjadi di kompleks perumahan pejabat kehakiman di Teheran.
Ledakan di sana menghancurkan dinding dan jendela gedung bertingkat.
Tiga pejabat Iran menilai insiden tersebut kemungkinan dimaksudkan untuk meneror kalangan hakim dan jaksa, seperti yang pernah terjadi terhadap para ilmuwan nuklir Iran.
Salah satu anggota IRGC mengakui bahwa efek dari ledakan hampir tiap hari ini, baik disengaja maupun tidak, meningkatkan kecemasan di kalangan pejabat dan masyarakat.
"Rekam jejak panjang pemerintah Iran dalam menutup-nutupi informasi, serta respons yang tidak jelas, hanya memperdalam ketakutan dan kecurigaan publik," kata Omid Memarian, pakar Iran dari lembaga riset DAWN di Washington.
Pertanyaan tentang perang
Kondisi ini memunculkan pertanyaan di tengah publik: apakah perang benar-benar telah usai?
"Banyak dari kami merasa ini ulah Israel dan perang bisa dimulai lagi kapan saja," kata Mohammad, pengelola kafe dan galeri seni di kota Kashan, Iran tengah, yang menolak disebutkan nama lengkapnya karena takut terhadap konsekuensi.
Kekhawatiran itu semakin besar karena wilayah Kashan berdekatan dengan beberapa situs nuklir dan pangkalan rudal.
Mahdi Mohammadi, politisi konservatif yang juga penasihat senior Ketua Parlemen Iran, menyebut situasi saat ini sebagai masa "penangguhan rapuh".
Dalam salah satu pidatonya yang disebarkan melalui Telegram, ia mengatakan, "Kita tidak sedang dalam gencatan senjata.
Ini hanya jeda yang bisa berakhir sewaktu-waktu dan perang akan kembali pecah."
Di tengah ketegangan tersebut, kematian Brigjen Gholamhossein Gheybparvar, mantan Wakil Komandan Garda Revolusi, juga menimbulkan tanda tanya.
Media pemerintah melaporkan bahwa ia wafat akibat komplikasi luka dari senjata kimia saat perang Iran-Irak 1980-an yang diperparah oleh stres akibat konflik baru-baru ini.
Pemerintah Iran telah mencoba menenangkan publik dengan merilis data bahwa jumlah ledakan akibat kebocoran gas tidak meningkat signifikan dibanding tahun lalu.
Dewan Kota Teheran juga memanggil perwakilan perusahaan gas nasional dan kementerian energi untuk menjelaskan kondisi terbaru.
Namun, di tengah ketegangan yang belum mereda, sebagian warga Iran memilih menertawakan keadaan lewat humor. Meme Netanyahu memakai seragam perusahaan gas nasional Iran beredar luas di media sosial.