'Bottle of Hope' Botol Isi Makanan untuk Gaza Dihanyutkan ke Laut
Sekelompok aktivis dari Mesir, Libya, Aljazair, dan Maroko meluncurkan inisiatif simbolis bernama A Bottle of Hope atau "Botol Harapan" untuk membantu warga Gaza yang dilanda kelaparan di tengah gempuran Israel.
A Bottle of Hope merupakan sebuah gerakan akar rumput yang berusaha mengirimkan bantuan makanan ke Gaza melalui botol plastik yang dikirim, dibiarkan mengapung sendiri di laut.
Botol-botol berukuran satu hingga dua liter itu diisi beras, lentil, dan kacang-kacangan kering. Setelah ditutup rapat, botol-botol itu dilemparkan ke laut dari pantai-pantai Laut Mediterania.
Mereka berharap, dengan didukung doa, arus laut akan membawa botol-botol berisi bantuan tersebut menembus blokade dan mencapai pantai Gaza.
Gagasan itu terinspirasi konsep klasik "pesan dalam botol" yang selama ini dikenal sebagai simbol harapan dan komunikasi dari kejauhan.
Bedanya, kali ini bukan sekadar surat, melainkan butiran-butiran pangan yang mungkin bisa menyambung hidup seseorang di tengah krisis kemanusiaan di Gaza.
Meski terlihat kecil dan nyaris mustahil, inisiatif ini langsung menarik simpati ribuan warganet dari berbagai negara.
Mengutip Turkiye Today pada Jumat (25/7), warganet menyebutnya sebagai "jeritan simbolis terhadap blokade" dan pesan moral bagi warga Gaza, bahwa mereka tidak sendirian menghadapi kelaparan dan kematian.
"Maafkan kami, saudara-saudaraku, kami tak bisa berbuat banyak," ujar seorang pria Mesir dalam video yang beredar di media sosial.
Sambil melempar botol berisi tepung dan beras ke laut, ia memohon agar upaya kecil ini bisa menyelamatkan satu nyawa. "Mungkin botol ini bisa jadi penolongmu di hari kiamat," katanya lirih.
Sebuah video lain menunjukkan keluarga di Sheikh Zuwaid, Mesir, tengah mengisi botol dengan kacang-kacangan dan beras sebelum melemparkannya ke laut. Mereka sadar tak punya kekuatan politik, tapi setidaknya punya kemauan untuk bertindak.
Di balik gerakan ini, muncul pula pendekatan ilmiah yang digagas Mohamed Sayed Ali Hassan, akademisi dan insinyur asal Mesir yang kini tinggal di Jepang. Dia mengembangkan metode pengiriman bantuan melalui kontainer plastik berkapasitas 25 liter.
Menurut Hassan, kontainer tersebut bisa diisi 6-8 kilogram bahan makanan dan disisakan ruang udara sekitar 8 liter untuk memastikan daya apung.
Kontainer itu harus dilempar minimal 4 kilometer dari garis pantai, dengan sudut 60 derajat ke arah timur laut agar mengikuti arus permukaan yang dapat membawa botol ke Gaza dalam waktu 72 hingga 96 jam, terutama jika diluncurkan dari daerah seperti Damietta atau Port Said timur.
Dalam unggahannya, Hassan mengutip ayat Al-Qur'an sebagai bentuk spiritualitas di balik aksi ini: "Dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar, untuk menguji orang-orang yang beriman dengan ujian yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS Al-Anfal: 17)
Warga dari berbagai negara, termasuk Turki, ikut menyuarakan dukungan. "Sungguh, kita tidak akan rugi jika mencoba," tulis seorang pengguna media sosial asal Turki. "Bagaimana jika kita mulai sekarang?"
(chri)