Ramai-ramai Warga Tolak Israel Rebut Gaza: Lebih Baik Mati di Sini

CNN Indonesia
Sabtu, 09 Agu 2025 14:10 WIB
Warga Gaza kompak menolak perintah zionis Israel untuk meninggalkan kota yang sudah menjadi hak dan milik nenek moyang Palestina.
Israel akan mencaplok Gaza Palestina usai melakukan aksi genosida dan terorisme. (REUTERS/Ramadan Abed)
Jakarta, CNN Indonesia --

Warga Palestina di Jalur Gaza ramai-ramai menolak meninggalkan Kota Gaza usai kabinet keamanan Israel pada Jumat (8/8) memutuskan akan mengambil alih.

Al Jazeera melaporkan warga di Kota Gaza pada Jumat diselimuti ketakutan dan amarah usai pemerintah Israel menyatakan akan merebut kota terbesar di Jalur Gaza tersebut.

"Demi Tuhan, saya sudah menghadapi kematian sekitar 100 kali, jadi bagi saya, lebih baik mati di sini," kata Ahmed Hirz, warga Palestina yang telah mengungsi bersama keluarganya setidaknya delapan kali sejak agresi Israel dimulai.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tidak akan pernah pergi dari sini. Kami telah melewati penderitaan, kelaparan, penyiksaan, serta kondisi yang menyedihkan, sehingga keputusan akhir kami adalah mati di sini," tegas dia kepada Al Jazeera.

Rajab Khader, warga Palestina lainnya di Kota Gaza, juga menyuarakan sentimen serupa bahwa ia lebih memilih "tinggal di jalanan bersama anjing dan hewan lainnya" daripada harus pergi mematuhi perintah rezim Zionis.

"Kami harus tetap tinggal di Kota Gaza bersama keluarga dan orang-orang terkasih. Israel tidak akan menemukan apa pun kecuali tubuh dan jiwa kami," ucapnya kepada Al Jazeera.

Maghzouza Saada, yang sebelumnya mengungsi dari timur laut Beit Hanoon, juga mengungkapkan kemarahannya karena dipaksa pindah lagi, padahal tidak ada satu pun tempat di Jalur Gaza yang bisa disebut aman.

"Selatan tidak aman. Kota Gaza tidak aman, utara tidak aman. Ke mana kita harus pergi? Apakah kita harus menceburkan diri ke laut?" tanyanya frustrasi.

Jurnalis Al Jazeera, Hani Mahmoud, melaporkan dari Kota Gaza bahwa situasi di sana sejak Jumat dini hari begitu chaos usai kabinet keamanan Israel mengumumkan rencana pembersihan etnis tersebut.

Beberapa orang mulai terlihat sibuk mengemasi barang yang tersisa, bukan karena siap untuk dipaksa pindah, melainkan untuk bersiap menghadapi militer Israel.

"Ketakutan, kekhawatiran, dan keputusasaan semakin meningkat. Militer Israel menjanjikan zona evakuasi di mana orang-orang, pada kenyataannya, akhirnya terbunuh di area-area tersebut," ujar Mahmoud.

Amjad Shawa, direktur Jaringan LSM Palestina, mengatakan warga sudah lelah terus-terusan digusur secara paksa oleh Israel. Menurutnya, prospek evakuasi kali ini pun menimbulkan bahaya yang lebih besar karena tak ada lagi infrastruktur memadai di Jalur Gaza.

Rumah sakit, fasilitas air, serta segala macam infrastruktur vital telah hancur buntut serangan Israel.

"Sekarang tidak ada yang bisa diberikan kepada masyarakat, dan itu berisiko," katanya.

"Kita harus memindahkan para lansia yang tidak bisa berjalan, kita juga punya pasien dan korban luka yang tidak bisa bergerak. Kita tidak bisa meninggalkan mereka, dan kita juga tidak bisa memberikan mereka perawatan," tukas Shawa.

Sementara itu, pada April lalu, Presiden Prabowo Subianto mengatakan Indonesia siap ikut merawat warga Gaza yang terluka. Gelombang pertama akan dibawa sekitar 1.000 orang. Mereka di antaranya anak yatim piatu dan warga yang mengalami trauma imbas agresi Israel.

Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir (Tata) mengatakan Indonesia siap menampung warga dari Jalur Gaza yang terluka untuk diobati, jika mendapat persetujuan dari Palestina dan negara-negara di kawasan Timur Tengah.

"Seperti yang sudah disampaikan Pak Menlu (Sugiono) bahwa kita semua akan siap jika diminta, kita siap apabila itu disepakati Palestina, kita siap apabila itu merupakan permintaan dari seluruh negara kawasan yang sesuai dengan solusi Liga Arab," ungkap Tata, dalam pengarahan bersama awak media di Jakarta, Jumat (8/8).

Solusi yang dimaksud adalah hasil pertemuan konferensi tingkat tinggi internasional PBB tentang implementasi Solusi Dua Negara di New York pada 28-30 Juli 2025 atau dikenal Deklarasi New York. Rapat ini digelar atas inisiasi Arab Saudi dan Prancis.

Tata juga menegaskan Indonesia tak mendukung segala upaya pemindahan paksa warga Palestina dari tanah airnya.

Israel meluncurkan agresi, genosida dan terorisme ke Palestina sejak Oktober 2023. Selama operasi tersebut, mereka menyerang habis-habisan warga dan objek sipil. Imbasnya, lebih dari 60.000 warga sipil di Palestina tewas.

(blq/dal)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER