Lebih dari 1.000 bangunan di wilayah Zeitoun dan Sabra, Gaza City, Jalur Gaza, hancur total sejak Israel melancarkan serangan terbaru pada 6 Agustus lalu.
Pertahanan Sipil Palestina mengatakan ratusan orang masih terperangkap di bawah runtuhan akibat serangan tanpa henti. Akses jalan yang terblokir dan gempuran yang terus berlanjut membuat operasi penyelamatan dan distribusi bantuan terhambat.
"Situasi ini menimbulkan kekhawatiran besar karena tim lapangan tidak mampu menghadapi intensitas serangan Israel yang terus berlangsung," demikian pernyataan Civil Defence dalam keterangan resminya, seperti dikutip Al Jazeera.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza, baik di utara maupun selatan. Warga sipil tetap menjadi sasaran, termasuk di rumah, tempat penampungan, hingga kamp pengungsian.
Tank-tank Israel dilaporkan bergerak ke kawasan Sabra sebagai bagian dari upaya menguasai penuh Gaza City. Agresi ini memaksa hampir 1 juta warga Palestina mengungsi ke arah selatan.
Di tengah serangan tersebut, tiga orang, termasuk seorang anak, tewas akibat serangan udara yang menghantam apartemen di Jalan al-Jalaa, Gaza City.
Serangan juga dilaporkan mengguncang kamp pengungsi Jabalia di wilayah utara. Ledakan terdengar tanpa henti di sejumlah lingkungan kota.
Menurut keterangan sumber medis, sebanyak 51 warga Palestina tewas dalam serangan pada Minggu (24/8), terdiri dari 27 orang di Gaza City dan 24 lainnya yang tengah berusaha mendapatkan bantuan.
Kementerian Kesehatan Gaza menambahkan delapan orang meninggal akibat kelaparan yang dipicu blokade Israel. Dengan demikian, total korban jiwa akibat kelaparan sejak perang pecah mencapai 289 orang, termasuk 115 anak-anak.
Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), Philippe Lazzarini, menyebut kelaparan sebagai "bencana terakhir" yang melanda Gaza.
"'Never Again' atau 'tidak lagi' kini berubah menjadi 'again' atau 'lagi'. Hal ini akan menghantui kita. Penyangkalan adalah bentuk paling keji dari dehumanisasi," tulis Lazzarini di platform X.
Ia mendesak pemerintah Israel untuk membuka akses bagi organisasi kemanusiaan dan mengizinkan jurnalis asing masuk ke Gaza.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Gaza memperingatkan adanya rencana Israel untuk memaksa warga keluar dari Gaza City dan wilayah utara.
Otoritas setempat meminta warga tidak meninggalkan komunitas mereka meski di bawah serangan hebat.
"Kami mendesak warga dan pengungsi di Gaza City untuk tidak menanggapi ancaman dan teror pendudukan.
Tidak ada tempat yang aman di Jalur Gaza. Pendudukan melakukan kejahatan setiap hari, bahkan mengebom tenda-tenda pengungsi di area yang mereka klaim aman," demikian pernyataan kementerian.
Reporter Al Jazeera, Hind Khoudary, melaporkan dari Deir el-Balah bahwa warga Gaza tetap berusaha melarikan diri dari Gaza City meski dihujani serangan udara dan tembakan drone.
"Kami bertemu dengan beberapa keluarga yang mengatakan hampir mustahil untuk bertahan hidup. Saat mereka mengungsi, drone menembaki apa pun yang bergerak," ungkap Khoudary.
Beberapa keluarga berhasil keluar, namun banyak lainnya masih terjebak di tengah serangan.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia dan pakar PBB menuduh Israel melakukan kejahatan genosida di Gaza.