Israel Ajukan RUU yang Bisa Hukum Mati Tahanan Palestina

CNN Indonesia
Selasa, 04 Nov 2025 04:25 WIB
Parlemen Israel ajukan RUU yang bisa menghukum mati warga Palestina dan akan dibahas dalam sidang pleno pada 5 Oktober.
Parlemen Israel ajukan RUU yang bisa menghukum mati warga Palestina dan akan dibahas dalam sidang pleno pada 5 Oktober. (AFP/Ronen Zvulun)
Jakarta, CNN Indonesia --

Komite Keamanan Nasional Knesset Israel mengajukan RUU yang bisa mengatur hukuman mati bagi tahanan Palestina pada Senin (3/11). Juru bicara penyanderaan pemerintah Gal Hirsch mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mendukung langkah itu.

RUU tersebut kemungkinan bakal menjalani pembacaan pertamanya di sidang pleno Knesset paling cepat pada Rabu (5/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Middle East Eye memberitakan RUU kontroversial tersebut menetapkan pengadilan dapat menjatuhkan hukuman mati kepada mereka yang telah membunuh warga Israel dengan motif nasionalisme.

Namun, hukuman mati tersebut tidak akan berlaku bagi warga Israel yang membunuh warga Palestina. Padahal banyak warga Palestina meninggal dalam tahanan Israel akibat kelalaian dan penganiayaan.

Meskipun hukuman mati berlaku untuk sejumlah kecil kejahatan di Israel, orang terakhir yang dieksekusi adalah pelaku Holocaust Nazi, Adolf Eichmann, pada 1962.

[Gambas:Video CNN]

RUU itu sempat ditolak beberapa bulan lalu, tapi kini disetujui karena sandera telah dikembalikan ke Israel.

Hirsch awalnya menyuarakan penolakan terhadap RUU tersebut dalam rapat Komite Keamanan Nasional pada September 2025 karena khawatir Hamas akan mencelakai para sandera yang masih ditahan.

Namun, ia pada Senin (3/11) mengubah pendiriannya dengan mendukung RUU tersebut bersama Netanyahu karena alasan yang mendasari penolakannya sudah tidak relevan lagi.

Ia mengatakan kini berada dalam situasi yang berbeda hari ini karena 20 sandera hidup terakhir telah dikembalikan ke Israel.

"Posisi perdana menteri, dan saya telah berbicara dengannya sebelum debat, adalah mendukung RUU tersebut," kata Hirsch kepada panel. "Oleh karena itu, penolakan yang saya sampaikan dalam debat sebelumnya menjadi tidak relevan lagi."

Namun, Hirsch mengatakan RUU tersebut hanya boleh disahkan dengan syarat lembaga keamanan Israel, serta Koordinator untuk Sandera dan Orang Hilang pemerintah memiliki hak mengeluarkan pendapat rahasia mengenai setiap kasus individual sebelum hukuman mati dijatuhkan.

RUU tersebut awalnya diajukan anggota parlemen Otzma Yehudit, Limor Son Har-Melech, dan telah didukung pemimpin partainya, Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir.

Ben Gvir pada 20 Oktober memperingatkan bahwa jika RUU tersebut tidak lolos pembacaan pertama di sidang pleno Knesset dalam waktu tiga minggu, partai sayap kanannya tidak akan lagi menganggap dirinya wajib memberikan suara bersama koalisi.

Pada Maret 2023, anggota parlemen memberikan suara 55-9 untuk mendukung RUU tersebut, tetapi akhirnya tidak maju lebih jauh meskipun jadi bagian perjanjian koalisi partai berkuasa Likud dengan Otzma Yehudit, karena oposisi tingkat tinggi di dalam pemerintahan dan badan keamanan.

Satu-satunya anggota Komite Keamanan Nasional yang menentang pengesahan Undang-Undang tersebut adalah Knesset Gilad Kariv, seorang anggota Partai Buruh sayap kiri.

"Hukuman mati adalah hukum populis dan ekstremis yang tidak akan mengarah pada pemberantasan terorisme yang mematikan, melainkan justru akan mengintensifkannya."

Ia menuduh Netanyahu mendukung RUU tersebut untuk "menyanjung" Ben Gvir karena ketidaksenangannya terhadap pembebasan sandera dan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Kariv turut memperingatkan bahwa hal itu merupakan bukti bahwa "pertimbangan politik lebih penting daripada pertimbangan keamanan."

(chri)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER