Fakta-fakta Warga Palestina Dipaksa Pindah ke Afrika Selatan

CNN Indonesia
Selasa, 18 Nov 2025 10:59 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --

Sebanyak 153 warga Palestina tiba secara misterius di Afrika Selatan (Afsel) pada Kamis (13/11) pekan lalu.

Mereka mendarat di Bandara Internasional OR Tambo dengan menggunakan pesawat carter.

Ratusan warga Palestina ini sempat ditolak masuk setelah gagal melewati tes imigrasi, salah satunya menunjukkan stempel keberangkatan dari Israel di paspor mereka. Tak ada pula satu pun orang yang menyatakan niat mengajukan suaka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah berkutat dengan masalah imigrasi, ratusan warga Palestina ini akhirnya diizinkan masuk usai organisasi kemanusiaan Gift of the Givers siap mengakomodasi mereka.

"Mengingat warga Palestina memenuhi syarat untuk perjalanan bebas visa selama 90 hari ke Afrika Selatan, mereka telah diproses seperti biasa dan diwajibkan untuk mematuhi semua persyaratan masuk," demikian pernyataan Otoritas Manajemen Perbatasan Afrika Selatan (BMA).

Menurut Gift of the Givers, Israel tampaknya sedang mengusir paksa warga Palestina dari Gaza dan menempatkan mereka di Afrika Selatan.

Pasalnya, peristiwa kedatangan mendadak semacam ini bukan kali pertama terjadi.

Pada 28 Oktober lalu, pesawat yang mengangkut 176 warga Palestina juga mendarat di Johannesburg. Namun, beberapa penumpang dipindah ke negara lain.

Berikut fakta-fakta pemindahan paksa warga Palestina oleh Israel.

Tidak tahu tujuan

Menurut Famida Miller dari Al Jazeera, warga Palestina yang datang ke Afsel ini tidak tahu mau dibawa ke mana setelah meninggalkan Israel.

Salah seorang warga Palestina yang tiba di Afsel, Loay Abu Saif, mengaku tak tahu akan di bawa ke mana karena yang terpenting baginya adalah menyelamatkan diri dari Gaza.

"Kami tidak terlalu yakin ada kelompok yang mampu melakukan evakuasi semacam ini," ucap Abu Saif di Johannesburg, sehari setelah pesawat caterannya mendarat.

"Saya bisa bilang bahwa saya merasa aman. Ini perasaan yang sangat berarti bagi warga Palestina, terutama bagi yang berada di Gaza," lanjut Abu Saif, yang pergi bersama istri dan anak-anaknya.

Berdasarkan kesaksian Abu Saif, Israel tampaknya mengusir warga Palestina keluar dari Gaza dengan dalih membantu mereka tinggal di negara lain. Militer Israel tampaknya memfasilitasi pemindahan ini melalui bandara Israel.

Abu Saif sendiri dibawa dengan bus dari Kota Rafah di selatan Gaza ke persimpangan Karem Abu Salem, tempat mereka menjalani pemeriksaan sebelum dibawa menuju Bandara Ramon Israel.

Dari Bandara Ramon, pesawat Abu Saif bertolak dan transit di Nairobi, Kenya, sebelum akhirnya mendarat di Johannesburg pada Kamis pagi pekan lalu.

Abu Saif mengaku baru tahu akan dibawa ke Afsel ketika menaiki pesawat di Nairobi.

Menurut AFP, warga Palestina dibawa ke Afsel dengan pesawat carter yang dioperasikan oleh maskapai Afsel Global Airways.

Bayar Rp33 juta

Perjalanan panjang selama 24 jam ini sendiri tidak cuma-cuma. Menurut penuturan Abu Saif, warga Palestina diminta bayar sekitar US$1.400-2.000 (sekitar Rp23-33 juta) per orang untuk bisa 'dievakuasi' yang entah ke mana tujuannya.

Biaya ini dipatok rata, baik bagi orang tua maupun bayi.

Dibawa organisasi bayangan

Abu Saif mengatakan ia dan keluarga mendaftar evakuasi ke organisasi nirlaba bernama Al Majd Europe, yang diklaim berkantor pusat di Jerman dan memiliki kantor di Yerusalem.

Awal mula ia tahu organisasi itu yakni dari iklan di media sosial. Terkait bagaimana ia dan keluarganya terpilih, Abu Saif mengaku tak banyak tahu.

Ia hanya mengetahui bahwa prosesnya berfokus pada keluarga yang memiliki anak-anak dan mensyaratkan dokumen perjalanan Palestina yang sah serta izin keamanan dari Israel.

Saat ditanya soal jadwal keberangkatan ke Gaza, Abu Saif mengaku tak ada jadwal pasti yang diberikan Al Majd Europe.

"Mereka bilang ke kami akan memberi tahu satu hari sebelumnya," ujarnya, sambil menambahkan bahwa organisasi itu menginstruksikan mereka untuk tidak membawa tas atau barang bawaan pribadi apa pun kecuali dokumen yang relevan, demikian dikutip Al Jazeera.

Mengenai paspor tak distempel, Abu Saif menjelaskan bahwa mulanya ia mengira hal itu prosedur biasa lantaran tidak ada pejabat perbatasan Palestina di Gaza. Ia mengaku tahu sejak awal bahwa dokumen perjalanannya tidak dicap oleh pejabat Israel.

Abu Saif baru menyadari ada yang tak beres setelah otoritas Afsel bertanya asal mereka.

"Kami menyadari ada masalah ketika kami tiba di Afrika Selatan dan otoritas bertanya 'Kalian dari mana?'" ujarnya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Fakta-fakta Warga Palestina 'Dibuang' ke Afrika Selatan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER