Kepolisian Australia mengidentifikasi seorang ayah dan anak bernama Sajid Akram dan Naveed Akram sebagai pelaku penembakan massal di Pantai Bondi, Sydney, pada Minggu (14/12).
Penembakan yang menargetkan komunitas Yahudi yang sedang merayakan Hanukkah menewaskan 15 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Media Australia seperti ABC, 9News, 7News, dan Sydney Morning Herald telah mengidentifikasi Sajid Akram berusia 50 tahun, dan putranya Naveed Akram berusia 24 tahun sebagai tersangka.
Namun, kepolisian New South Wales menolak berkomentar soal tersangka penembakan itu.
Sementara itu, seorang imam masjid di Al Murad Institute Sydney, Sheikh Adam Ismail, mengaku mengenali Naveed Akram dari video penembakan yang tersebar di media. Melalui sebuah video, Ismail memberikan klarifikasi bahwa dia mengenai Naveed Akram lantaran pernah mengajarinya Al Quran.
Ismail mengatakan Akram datang ke institutnya untuk mengikuti pelajaran pada 2019, mencari kelas membaca Al-Quran dan bahasa Arab, serta melanjutkan pelajaran selama satu tahun.
Video itu dibuat Ismail setelah muncul foto Ismail bersama Akram ikut muncul di media sosial tak lama usai penembakan terjadi. Namun, Ismail menegaskan dirinya mengecam keras apa yang dilakukan mantan anak didiknya tersebut.
"Saya mengecam tindakan kekerasan ini tanpa ragu," ujar Ismail dalam pesan video, seperti dikutip CNN.
"Yang saya anggap sangat ironis adalah Al Quran yang dia pelajari jelas mengatakan ambil satu nyawa orang tak bersalah sama dengan membunuh seluruh manusia. Ini menunjukkan apa yang terjadi kemarin di (Bondi) benar-benar dilarang dalam Islam," paparnya menambahkan.
Ismail juga menjelaskan banyak orang yang telah belajar Al Quran tetapi tidak benar-benar dapat menjalankan ajarannya yang selalu mengarahkan umat kepada kebaikan.
"Tidak semua orang yang membaca Al Quran memahami atau menjalankan ajarannya, dan sayangnya, tampaknya ini yang terjadi di sini," ujarnya.
Menteri Dalam Negeri Australia, Tony Burke, pada Senin (15/12), mengatakan Naveed Akram lahir di Australia, sedangkan ayahnya yang tewas dalam baku tembak adalah imigran yang tinggal di Australia sejak 1998.
Menurut afiliasi CNN, 9News, polisi lantas melakukan penggerebekan di tempat tinggal keduanya, termasuk sebuah alamat sewa jangka pendek di pinggiran barat daya Campsie, tempat mereka tinggal menjelang serangan berlangsung.
Ditemukan dua senjata api dan beberapa koper yang disita dari properti itu oleh polisi pada Senin (15/12) sore.
Menurut polisi, Akram memegang izin kepemilikan senjata api selama sejak 2015 atau sekitar 10 tahun.
"Ayahnya memegang izin kepemilikan senjata api sejak 2015. Kami sedang menyelidiki latar belakang kedua orang itu," ujar Komisaris Polisi New South Wales, Mal Lanyon.
"Dia memenuhi kriteria kelayakan untuk izin senjata api" dan memegang "izin berburu rekreasi," tambah dia.
Saat ini, Naveed Akram dirawat di rumah sakit dan kemungkinan akan menghadapi tuduhan pidana terkait penembakan itu.
Polisi masih menyelidiki motif ayah dan anak ini melakukan penembakan massal.
Namun, ABC melaporkan Agen Intelijen Domestik Australia (ASIO) menyelidiki Akram, enam tahun lalu setelah diduga memiliki hubungan kuat dengan sel teroris kelompok ISIS cabang Sydney.
ABC mengetahui bahwa para penyidik dari Tim Kontra Terorisme Gabungan (the Joint Counter Terrorism Team/JCTT) meyakini para pelaku penembakan telah bersumpah setia kepada kelompok teroris ISIS.
Salah seorang pejabat JCTT yang tidak ingin diungkap identitasnya mengatakan kepada ABCbahwa sebuah bendera ISIS ditemukan di dalam mobil kedua pelaku di Pantai Bondi.
Pejabat itu membeberkan bahwa ASIO juga mencurigai sosok Naveed Akram enam tahun lalu setelah polisi berhasil menggagalkan rencana serangan teroris ISIS.
(rnp/rds)