Jakarta, CNN Indonesia -- Ketika kita berada di situasi genting, tertekan, atau kondisi apapun yang membuat kita stres banyak ahli kesehatan yang akan menyarankan kita untuk mengambil napas dalam-dalam atau take a deep breath. Tarik napas alam atau panjang melalui hidung lalu keluarkan lewat mulut.
Kini ada penelitian baru yang menunjukkan bahwa tarik nafas semacam ini mampu mempengaruhi kinerja otak dan meningkatkan kemampuan memori kita.
Northwesteren University merekrut 100 orang dewasa muda untuk terlibat dalam penelitian ini. mereka diminta untuk membuat keputusan dengan cepat tentang ekspresi wajah yang melintas dengan cepat di layar komputer yang mereka lihat.
Ternyata proses bernapas mempengaruhi kinerja mereka. Ketika mereka menarik napas melalui hidung mereka mampu mengenali wajah mengekspresikan ketakutan lebih cepat daripada ketika mereka menghembuskan napas.
Dalam tes lain, peneliti melihat kemampuan partisipan untuk mengingat benda yang mereka lihat dengan cepat di layar komputer. Hasilnya, mereka lebih mungkin untuk mengingat benda yang mereka lihat ketika menghirup napas, dibandingkan saat mengembuskan napas.
Namun efek semacam ini tidak terjadi ketika bernapas melalui mulut. Penelitian baru ini adalah yang pertama kali menunjukkan bahwa irama pernapasan menciptakan aktivitas elektrik di otak. Penelitian ini diterbitkan dalam Journal of Neuroscience.
Christina Zelano, PhD kepala penelitian ini menjelaskan temuan utama dalam penelitian ini adalah proses menghirup udara melalui hidung menyebabkan "perbedaan dramatis" di area otak yang berhubungan dengan pengolahan emosional (
amigdala) dan memori (
hippocampus), dibandingkan proses saat menghembuskan napas.
Para peneliti menemukan bahwa ketika kita bernapas dalam, kita merangsang
neuron di
korteks penciuman,
amigdala, dan
hippocampus pada keseluruhan sistem
limbik.
Christina mengatakan penelitian ini memungkinkan nantinya adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lebih jauh manfaat psikologis dari meditasi dan fokus bernapas. Temuan ini juga dapat menawarkan petunjuk tentang mengapa pernapasan kita cenderung mempercepat saat kita takut atau panik.
"Sebagai hasilnya, kamu akan menghabiskan lebih banyak waktu menghirup napas (saat panik) daripada ketika dalam keadaan tenang. Hal ini bisa mempengaruhi fungsi otak dan menghasilkan waktu respons lebih cepat terhadap rangsangan berbahaya di lingkungan," katanya.
Bahkan Christina berpikir kita bahkan mungkin dapat menggunakan pengetahuan ini untuk keuntungan kita.
"Jika Anda berada di lingkungan yang berbahaya dengan rangsangan menakutkan, data kami menunjukkan bahwa Anda dapat merespons lebih cepat jika Anda menghirup nafas melalui hidung Anda," ungkap Christina.
Tentu saja, penelitian ini baru langkah pertama. Apakah proses bernapas kita dapat meningkatkan atau mengontrol respons atau ketakutan dan juga ingatan kita, dalam hal ini masih harus dilihat, kata Christina.
(ded/ded)