Jakarta, CNN Indonesia -- Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, baru saja tiba sekitar satu jam di kawasan Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (16/11), ketika massa tak dikenal mengadangnya.
Massa memblokade rombongan Djarot sembari memekikkan takbir dan teriakan penolakan. Puluhan satuan tugas dan kader PDIP yang menemani Djarot tak tinggal diam. Mereka menghampiri kelompok penolak dan kedua kubu berhadapan penuh ketegangan, sembari saling lempar teriakan.
Puluhan polisi yang berada di lokasi sigap membuat pagar betis berupaya menenangkan kedua belah pihak. Djarot pun berupaya memadamkan emosi para pendukungnya.
“Kita tidak boleh terprovokasi, biarkan polisi yang berunding dengan mereka,” kata Djarot melalui pengeras suara.
Perseteruan antar kubu bisa dihindari, namun setelah massa bubar, salah satu warga Cipinang pendukung Djarot, dipukul orang tak dikenal. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Jakarta Timur.
Aksi penolakan di Cipinang membuat berang tim pemenangan pasangan kandidat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot. Ketua Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Prasetio Edi Marsudi menyebut tindakan pengadangan mengganggu pesta demokrasi.
"Kampanye di Cipinang (membuat) teman-teman ranting yang ada di tingkat kota benturan dengan massa yang menghadang. Jadi kelihatannya sudah tidak baiklah buat pesta demokrasi di Jakarta," kata Prasetio.
Penolakan terhadap Ahok-Djarot terjadi di beberapa wilayah, dimulai sebelum demonstrasi besar-besaran pada 4 November 2016. Aksi penolakan dimulai saat Ahok kampanye di Rawa Belong, Kebun Jeruk, Jakarta Pusat pada 2 November.
Pasca demo #411, penolakan berlanjut di Cengkareng, Jakarta Barat yang membuat Djarot membatalkan kampanye pada 5 November. Hal yang sama, berulang terjadi di Pondok Pinang, Jakarta Timur; Kebayoran Lama, Jakarta Selatan; Kedoya Utara, Jakarta Barat dan Ciracas, Jakarta Timur.
Massa menggunakan isu dugaan penistaan agama untuk menolak Ahok-Djarot. Tidak hanya melakukan pengadangan, mereka juga telah menyiapkan berbagai spanduk penolakan yang dipasang di pelosok wilayah Jakarta.
 Sekitar 30 orang yang mengatasnamakan Masyarakat Tebet menolak kedatangan Ahok. ( CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman) |
Spanduk-spanduk penolakan selalu berkaitan dengan dugaan kasus penistaan agama yang menjerat Ahok. Pemasangan spanduk pun masih berlanjut, meski Ahok telah ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu kemarin.
Tim pemenangan Ahok-Djarot heran dengan berbagai aksi penolakan yang berlanjut setelah Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama pada Rabu kemarin.
"Awalnya kami kira soal penistaan agama, tapi lama-lama kami lihat pola penolakan itu dilakukan secara sistematis," kata Tim Pemenangan Bidang Khusus Donny Tjahja Rimbawan di Rumah Borobudur.
Tak hanya tim pemenangan yang berang, bahkan Ketua Umum PDIP Megawati turut mengkritik aksi yang menghalangi Ahok-Djarot bertatap muka dengan warga jakarta selama masa kampanye.
"Kalau ada mereka yang datang untuk menghalangi, ada dua penyebabnya, mungkin dibayar, atau memang tidak tahu aturan," kata Megawati.
Bukan Masyarakat SekitarSurtini, 50 tahun, sedang berjualan di warung nasi miliknya, saat terjadi aksi penolakan Ahok di Kedoya Utara dan Kedoya Selatan, Jakarta Barat, pada Kamis pekan lalu (10/11).
Sekelompok massa berkumpul di seberang gang yang menjadi perbatasan antara kelurahan Kedoya Utara dengan Kedoya Selatan. Lokasinya hanya beberaoa meter dari warung nasi milik Surtini.
Surtini yang sudah dua tahun tinggal di wilayah itu menyatakan tak mengenal massa yang menggelar aksi penolakan.
Bahkan, kata Surtini, dia tak melihat sama sekali warga RT 03 Kedoya Utara bergabung dengan massa, padahal aksi berlangsung di wilayah mereka. Ia berkeyakinan massa penolak berasal dari luar kawasan itu.
"Penolakan itu bukan masyarakat sini, mereka tiba-tiba sudah ngumpul di sana (lokasi demo) dari jam satu siang, kami juga tidak kenal dengan mereka," kata Surtini di warung nasinya, kepada CNNIndonesia.com.
Desas-desus kedatangan Ahok ke kawasan itu, kata Surtini, sudah beredar sejak dua hari sebelumnya. Polisi pun sebelum kampanye dimulai sudah hilir mudik di kawasan itu.
“Masyarakat sini ingin bertemu Pak Ahok, menanyakan soal masalah banjir,” kata Surtini.
Hal senada diungkapkan Awiyah (45) yang menjadi warga RT 03 Kelurahan Kedoya Utara. Dia sama sekali tak mengenal massa penolak Ahok.
“Tak ada yang saya kenal,” kata dia.
Saat mendengar Ahok akan berkunjung ke daerahnya, kata Awiyah, dia berencana untuk berfoto bareng dan juga mengadu soal banjir di wilayah itu.
"Saya tidak tahu kalau mau ada penolakan,” kata dia.
Bahkan ketika terjadi penolakan di Ciracas, Jakarta Timur, masyarakat sekitar turut menghalau massa. Menurut Suwino, warga Ciracas yang telah tinggal 43 tahun, massa penolak Ahok-Djarot bukanlah warga sekitar dan tak ada yang mengenal.
Tak Dialami Kandidat LainPenolakan terhadap Ahok-Djarot, tak dialami konstestan Pilkada DKI Jakarta lainnya yakni pasangan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni maupun Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Kontras dengan penolakan Ahok-Djarot, di lokasi yang sama terpasang spanduk pasangan lainnya. Salah satunya, berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, spanduk Agus Yudhoyono – Sylviana terpasang di depan salah satu rumah di RT 03 Kedoya Selatan, setelah beberapa hari aksi penolakan Ahok terjadi di wilayah itu.
 Spanduk dukungan untuk pasangan calon gubernur DKI Jakarta nomor urut 1 terpampang di gang Kedoya Utara dan Kedoya Selatan. (CNNIndonesia/Gloria Safira) |
Menurut Ketua RT 03 Kedoya Selatan, Makmun, tak mengetahui soal aksi penolakan Ahok-Djarot. Dia juga menyatakan kawasan tempat tinggalnya bukanlah wilayah pemenangan kandidat tertentu.
“Siapa pun punya kebebasan untuk memberikan suara terhadap pasangan calon yang diinginkan,” kata dia.
Sedangkan juru bicara tim pemenangan Agus – Sylviana, Rico Rustombi, pemasangan spanduk di lokasi penolakan Ahok-Djarot hanyalah kebetulan, dan tidak terkait sama sekali dengan aksi penolakan.
“Itu hanya kebetulan saja,” kata Rico.
Sementara itu, tim temenangan Ahok- Djarot, Eva Sundari, mengimbau pasangan calon lain untuk memberikan pengertiannya kepada para pendukung agar tak terlibat aksi penolakan Ahok-Djarot.
"Kami tegaskan, dengan posisi hukum maka kami mengajak semua pasangan calon dengan pendukungnya menghormati proses hukum dan bersama membangun Pilkada secara damai," kata Tim Pemenangan Bidang Data dan Informasi, Eva Sundari, saat konferensi pers di Rumah Borobudur, Rabu kemarin malam.
Penyelidikan BawasluTim pemenangan Ahok-Djarot melaporkan tiga aksi penolakan kampanye kepada Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta. Namun, Bawaslu menganggap hanya satu laporan yang memiliki cukup bukti permulaan dan dapat ditindaklanjuti.
Bawaslu telah melakukan pemeriksaan saksi dan rencananya akan mengumumkan hasil penyelidikan, Jumat (18/11).
Menurut anggota Bawaslu DKI Muhammad Jufri, penyelidikan bertujuan mencari tahu sumber penolakan yang menimpa Ahok-Djarot. Namun, Bawaslu DKI tak akan memeriksa kaitan gangguan tersebut dengan dugaan keterlibatan calon pesaing di Pilkada DKI.
"Kami tidak melihat dari situ karena laporannya tidak menuju ke pasangan calon. Kami hanya berdasarkan laporan, siapa yang dilaporkan itu kami selidiki bersama polisi dan kejaksaan," ujar Jufri.
Bawaslu mesti serius untuk membongkar dan mengusut aksi penolakan ini. Selain mengganggu proses pembelajaran politik, berlarutnya aksi penolakan ini menimbulkan sentimen negatif dan saling tuding, tidak hanya di kalangan akar rumput, bahkan elit politik.
(yul/asa)