Program Rumah Murah: Antara Janji dan Realitas

CNN Indonesia
Sabtu, 15 Apr 2017 14:23 WIB
Meski menjanjikan biaya rendah, namun program rumah murah kedua calon gubernur dianggap belum menjawab kemampuan finansial warga miskin ibu kota.
Pengamat menyebut program rumah murah yang ditawarkan kedua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2017 tidak realistis. (Unsplash/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Program hunian murah menjadi salah satu program primadona di Pilkada DKI Jakarta. Terbukti, sejak diperkenalkan oleh Anies Baswedan-Sandiaga Uno, program ini terus mendapat ulasan media massa.

Dalam programnya Anies-Sandi mengusung janji fasilitas pembelian rumah dengan uang muka 0 rupiah. Lewat program ini, masyarakat yang memiliki KTP DKI dengan pendapatan kecil dijanjikan bisa memiliki hunian dengan cicilan yang sangat rendah.

Seperti dilansir dari situs resmi milik Anies-Sandi, jakartamajubersama.com, program DP 0 rupiah hanya diperuntukan bagi masyarakat menengah ke bawah yang memiliki penghasilan di bawah Rp7 juta/bulan dan belum memiliki rumah sendiri.

Anies dalam sejumlah kesempatan juga menyatakan program rumahnya tak mempersoalkan bentuk. Program rumahnya, kata Anies, bisa berupa rumah vertikal atau rumah tapak.

Hal itu tak dipersoalkan karena program rumahnya lebih terfokus pada skema pembiayaan, bukan fisik bangunan.
Dalam situsnya, Anies-Sandi mencontohkan skema pembelian hunian vertikal sederhana dengan harga maksimal Rp350 juta bagi mereka yang memiliki penghasilan Rp7 juta/bulan.

"Dalam keadaan normal, konsumen harus membayar DP 15% (15% x Rp350 juta = Rp53 juta). DP tersebut tidak perlu dipenuhi oleh konsumen, namun 'ditalangi' oleh pemprov dan konsumen melunasinya dalam cicilannya," begitu bunyi salah satu poin dalam website tersebut.

Untuk bisa mendapatkan program itu, selama 6 bulan masyarakat harus menabung terlebih dahulu sebesar Rp2,3 juta/bulan di Bank DKI. Hal itu untuk membuktikan bahwa masyarakat mampu membayar cicilan, yang juga sebesar Rp 2,3 juta ketika mengikuti program.

"Bila lolos penilaian, masyarakat mencicil sebesar Rp 2,3 juta selama 20 tahun dengan asumsi bunga bank sebesar 5 persen untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)".

Sementara itu, mereka yang memiliki penghasilan di bawah Rp7 juta/bulan bisa mendapatkan hunian dengan harga yang lebih terjangkau, serta mendapat subsidi penuh dari pemprov untuk pembayaran DP. Lama cicilannya juga akan diperpanjang hingga 30 tahun atau lebih dengan bunga nol rupiah di tahun pertama.
Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat juga memiliki program hunian murah. Meski sedikit terlambat dibandingkan Anies-Sandi, namun program hunian yang ditawarkan Ahok-Djarot tidak kalah menarik.

Keduanya menawarkan empat skema hunian kepada masyarakat yang mereka sosialisasikan di akun media sosial Twitter dan Instagram pada 5 April 2017 lalu.

Skema pertama, diberikan untuk masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 3 juta/bulan. Pemerintah akan memberikan subsidi sewa sebesar 80 persen sehingga masyarakat cukup membayar sewa sebesar Rp300 ribu/bulan (tanpa lift) atau Rp450 ribu/bulan (dengan lift).

Skema kedua, untuk masyarakat kelas menengah. Pada skema ini pemerintah juga akan memberikan subsidi sewa sehingga masyarakat hanya perlu membayar sewa sebesar Rp 1,5 - 2 juta/bulan.

"Ini untuk yang keluarga baru kemudian yang baru masuk ke pasar kerja tapi gajinya itu cukup, lumayan lah," kata juru bicara Ahok-Djarot, Emmy Hafild kepada CNNINdonesia.com.

Skema ketiga, untuk masyarakat dengan penghasilan di atas Rp10 juta/bulan. Mereka bisa mendapatkan hak milik dengan subsidi cicilan atau sewa beli. Masyarakat cukup membayar cicilan sebesar Rp2-3 juta/bulan untuk jangka waktu tertentu.

"Jadi pemerintah akan membangun rumah susun apartemen yang akan dijual dengan harga 500-600 juta. Detailnya belum ya tapi pokoknya ini skema penajaman baru," kata Emmy.

Skema keempat, diberikan untuk pemilik tanah minimal 200 meter. Mereka yang tanahnya dibeli oleh pemerintah akan mendapat ganti rugi berupa unit seluas 2-2,5 kali luas tanah.

Tidak Realistis

Pengamat tata ruang Yayat Supriatna mengatakan kedua calon pasangan gubernur dan wakil gubernur tidak menjabarkan program perumahan mereka secara realistis.

Keduanya disebut Yayat masih bermain di permukaan. Program yang ditawarkan oleh pasangan nomor urut dua misalnya, menurut Yayat tidak semua masyarakat miskin di Jakarta yang dipindahkan ke rumah susun mampu untuk membayar sewa.

"Kalau dipindahkan secara massal pasti ada yang nunggak, yang bisa bayar itu yang punya duit, yang enggak punya duit mau ke mana? Pasti akan ada mereka yang tidak mampu," kata Yayat.
Apa yang dikatakan Yayat memang berdasar. Dalam programnya, Ahok-Djarot hanya fokus membeberkan skema biaya dari yang terendah hingga tertinggi.

Program hunian mereka tidak menjelaskan bagaimana warga berpenghasilan rendah bisa memiliki hunian vertikal. Padahal, faktanya, cukup banyak warga berpenghasilan rendah yang tak mampu bayar sewa hunian vertikal mereka.

Pemprov DKI Jakarta bahkan mencatat ada tunggakan sebesar Rp1,37 miliar dari penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) DKI Jakarta.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono mengatakan, warga yang menunggak umumnya berpenghasilan rendah.

Selain itu, Yayat juga menyoroti program DP 0 rupiah yang ditawarkan oleh pasangan calon nomor urut tiga. Persoalannya masih sama.

Yayat mengatakan tidak semua masyarakat menengah bawah bisa ikut dalam program tersebut.

Menurutnya, hanya masyarakat yang mampu dan bersedia mencicil saja yang bisa mendaftar dan menikmatinya.
Yayat menyarankan agar siapapun yang terpilih nanti bisa membuat program lain yang bersinergi dengan program rumah murah. Sinergi itu, kata dia, bisa dilakukan dengan program pemberdayaan ekonomi lewat industri kecil atau ekonomi kreatif.

Lewat program itu, warga yang menyewa rumah bisa mendapatkan pelatihan ekonomi atau modal untuk mendirikan usaha sehingga masyarakat miskin yang tidak mampu bisa mendapatkan penghasilan tambahan untuk membayar cicilan sewa atau membeli rumah.

"Karena kalau solusinya hanya persoalan angka-angka sewa dan DP, itu enggak menjawab persoalan," kata Yayat.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER