Mengupas Program Hunian Murah Ahok-Djarot

CNN Indonesia
Sabtu, 15 Apr 2017 20:24 WIB
Program hunian murah yang digagas Ahok-Djarot diperuntukkan bagi kalangan berpenghasilan rendah hingga mereka yang bergaji Rp19 juta.
Program hunian murah yang ditawarkan Ahok menyimpan banyak persoalan. (Antara Foto/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama Djarot Saiful Hidayat merilis program hunian untuk warga Jakarta, hanya beberapa sebelum masa tenang. Apa yang diluncurkan Ahok-Djarot ini sekaligus menandingi program hunian yang diluncurkan oleh Anies Baswedan-Sandiaga Uno jauh hari sebelumnya.

Dalam programnya, Ahok-Djarot menawarkan sejumlah skema pembayaran, antara lain skema pembiayaan untuk warga tak mampu, untuk pekerja berpenghasilan UMP, dan skema untuk mereka yang berpenghasilan hingga Rp19 juta per bulan.

Ahok juga menawarkan skema untuk para pekerja musiman yang bukan penduduk DKI Jakarta.

Jika dilihat seksama, apa yang ditawarkan Ahok tidak sepenuhnya baru. Ia, terutama, sudah menjalankan skema hunian untuk warga tak mampu saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.

Mereka yang masuk dalam skema ini biasanya merupakan warga korban penggusuran paksa. Mereka ditempatkan di sejumlah rumah susun seperti Rusun Rawabebek, Rusun Penjaringan, dan Rusun Kapuk Muara.

Kepada mereka, Ahok menetapkan harga sewa sebesar Rp10.000 per hari. Jumlah itu tak jauh berbeda dengan harga yang ia tetapkan dalam skema baru sebesar Rp5.000-8.000 per hari. 


Persoalannya, tak semua warga miskin mampu membayar biaya sewa. Itu tercermin dari data tunggakan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono pada Senin (20/3) mengungkapkan ada tunggakan sebesar Rp1,37 miliar dari penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) DKI Jakarta.

Penghuni rusun yang menunggak berada di Rusun Penjaringan, Rusun Marunda, Rusun Kapuk Muara, dan Rusun Tipar Cakung.

Sebagian besar tunggakan tersebut, kata Sumarsono, merupakan akumulasi dari denda progresif sebesar dua persen yang dikenakan kepada setiap penghuni yang telat membayar sewa.

Dalam skema barunya, Ahok memang menjanjikan tak akan mengusir penghuni rusun yang tak mampu membayar sewa. Namun, ada persoalan lain yang juga patut diperhatikan, yakni menurunnya kondisi hidup para penghuni rusun.

Hal itu terungkap dalam laporan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta bertajuk Mereka yang Terasing, yang dirilis Desember 2016. Penelitian LBH Jakarta menyimpulkan para penghuni rusun mengalami penurunan kualitas hidup di tempat barunya. 


Kondisi tersebut sebabkan oleh pendapatan yang berkurang karena menghilangnya pekerjaan, bertambahnya biaya hidup, hingga ancaman pengusiran dan pungutan liar. 

Secara khusus, penelitian itu memang menyasar para penghuni rusun korban penggusuran. Namun bukan tak mungkin hal serupa kembali terulang. Apalagi, dalam skema huniannya, Ahok terang-terangan menyasar kelompok miskin berpenghasilan pas-pasan.

Persoalan terkait program hunian ini juga melekat pada program yang diajukan oleh pasangan Anies-Sandi. Dalam program mereka, persoalan yang muncul adalah terkait dengan harga lahan di Jakarta yang terus meningkat setiap tahun.

Dengan peningkatan harga lahan, Anies-Sandi diragukan bisa mewujudkan programnya menyediakan rumah murah di Jakarta untuk warga ibu kota. Apalagi jika rumah berupa rumah tapak.

Namun, terlepas dari persoalan yang melekat pada program hunian kedua pasangan calon, apa yang ditawarkan oleh Ahok-Djarot dan Anies-Sandi setidaknya membuat warga bisa menimbang program mana yang lebih cocok bagi mereka. 

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER