Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menjelaskan tiga faktor pendongkrak elektabilitas pasangan calon Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat sehingga berhasil mengungguli pasangan calon Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Berdasarkan survei terbaru Charta Politika, Ahok-Djarot memperoleh 47,3 persen sedangkan Anies-Sandi memperoleh 44,8 persen.
Menurut Yunarto, faktor pertama adalah sidang Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama. Faktor sidang berperan karena putaran kedua proses sidang masuk prosedur saksi yang meringankan Ahok sebagai terdakwa dugaan penista agama.
"Berbeda dengan putaran pertama yang menghadirkan saksi pelapor. Ketika muncul pemberitaan otomatis ada informasi searah yang memberatkan Ahok," kata Yunarto di Kantor Charta Politika, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (15/4).
Faktor kedua, kata Yunarto, debat Pilkada yang dilakukan oleh salah satu televisi swasta pada 27 Maret lalu. Responden menilai dalam debat tersebut Ahok lebih unggul dari Anies.
"Ahok-Djarot mulai naik belakangan ini setelah jatuh di bulan November dan Desember. Sebanyak 58 persen yang menonton debat itu mengatakan Ahok memang," kata Yunarto.
Yunarto melanjutkan, "Ahok-Djarot bukan mencuri suara Anies-Sandi, tapi mencuri Agus-Sylvi. Itu juga berkaitan dengan debat yang berhubungan dengan elektabilitas."
Faktor ketiga yang medongkrak elektabilitas Ahok-Djarot adalah dukungan dari partai Islam di putaran kedua, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Secara tidak langsung dukungan itu melunturkan isu penistaan agama yang memberatkan Ahok.
Pertarungan SengitSurvei terbaru Charta Politika menangkap tren elektabilitas Ahok-Djarot terus menanjak sejak November hingga April. Di kurun yang sama, pasangan Anies-Sandi mengalami stagnasi.
Elektabilitas Ahok-Djarot berada di angka 31,1 persen pada November, 34,7 persen pada Januari, 41,0 pada Februari dan 47,3 pada April. Sementara elektabilitas Anies berada di angka 40,7 persen pada November, 45,2 pada Januari, 44,5 pada Februari dan 44,8 pada April.
"Mereka stagnan, saya spekulasi kalau dari media sosial dan media, isu baru yang muncul dari Anies-Sandi tidak ada di putaran kedua. Kalau Ahok ada sidang dengan saksi yang meringankan dan dukungan partai islam," kata Yunarto.
Mengenai prediksi pemenang Pilkada DKI, Yunarto mengatakan pemenangnya bisa dilihat dari tren elektabilitas sebelum pencoblosan.
Namun ia tidak bisa memastikan Ahok-Djarot memenangkan Pilkada DKI. Pasalnya, Ahok-Djarot hanya unggul 2,5 persen dari Anies-Sandi. Yang pasti, kata Yunarto, pertarungan pada 19 April sangat sengit.
"Potensi menarik, pergerakan saat hari H pasti menarik dan mirip seperti Banten (perolehan suara beda tipis). Saya berharap siapa pun yang menang di atas 2 persen. Jadi bisa dipastikan siapa yang menang (sebelum rekapitulasi KPU DKI)," ujar Yunarto.