Joko Widodo menyatakan membicarakan masalah subsidi bahan bakar minyak dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali, Rabu (27/8). Hal ini sebelumnya tidak dikemukakan oleh Jokowi maupun SBY dalam konferensi pers mereka semalam.
“Saya secara khusus meminta kepada Presiden SBY untuk menekan defisit APBN dengan menaikkan harga BBM,” kata Joko Widodo di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (28/8), setibanya dari Bali.
Menurut Jokowi, SBY mengatakan kondisi saat ini kurang tepat untuk menaikkan harga BBM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena SBY menolak untuk menaikkan harga BBM, maka Jokowilah yang akan mengeluarkan kebijakan pengurangan subsidi BBM di awal pemerintahannya.
“Saya sudah sampaikan bolak-balik, saya siap untuk tidak populer,” kata presiden terpilih yang akan dilantik 20 Oktober itu.
Dengan memotong subsidi BBM, anggaran subsidi akan dialihkan untuk membiayai usaha-usaha produktif. “(Anggaran) akan ditampung di desa, UMKM, pupuk petani, benih, pestisida, nelayan,” ujar Jokowi yang kini masih bertugas sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi meminta masyarakat untuk tidak berperilaku konsumtif dengan menggunakan BBM bersubsidi untuk mobil. “Kita harus mulai mengubah dari konsumsi menjadi produksi,” katanya.
Namun Jokowi tak menjawab ketika ditanya apakah ia akan menaikkan harga BBM tahun ini atau tahun depan. Ia mengatakan tidak berwenang menjawabnya karena belum dilantik menjadi presiden.
Secara terpisah, Partai Demokrat menyatakan SBY tak akan menaikkan harga BBM sampai akhir jabatannya karena beberapa alasan. Pertama, pemerintah baru saja menaikkan tarif dasar listrik. Kedua, SBY tak ingin meninggalkan memori kurang bagus di benak rakyat di akhir kepemimpinannya. Ketiga, SBY mampu menahan kenaikan BBM.
Demokrat meminta PDIP tak lagi menekan SBY soal harga BBM. “Pemerintah Jokowi jangan mau enaknya saja. Jangan seperti kami menyediakan nasi di piring lengkap dengan sayur dan lauk-pauk, lalu dia tinggal makan,” kata Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua.