Meski berdiri sebagai pemenang sekaligus mendudukan Joko Widodo sebagai presiden terpilih, kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan belum bisa berleha-leha. Mereka masih harus khawatir dengan kondisi politik yang dinamis serta tebaran ancaman adanya tirani kekuasaan yang menguasai parlemen.
“Jika dibiarkan seperti itu jelas mengganggu pemerintahan ke depan,” kata Eva Kusuma Sundari saat diwawancara via telepon oleh CNN Indonesia, Sabtu (20/9). Yang dimaksud Eva adalah Koalisi Merah Putih yang digalang Partai Gerindra bersama PKS, PPP, PAN dan Golkar.
Menurut Eva, bukti dari gangguan yang coba diperlihatkan adalah persoalan Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah, masalah tata tertib DPR, kemudian soal UU MD3 yang mengatur kedudukan dan memberikan parlemen sebuah porsi yang cukup berpengaruh dalam kekuasaan. “Mereka begitu ngotot agar parlemen menguat, dan bahaya sebenarnya bukan pada pemerintah namun lebih pada penyaluran aspirasi rakyat,” katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peta koalisi, kata Eva, lantas menjadi semakin penting untuk menentukan bagaimana cara kubu banteng menangkal serangan dan gangguan politik di masa depan. “Kubu kami kini patut khawatir,” katanya.
Sebelumnya, Koalisi Merah Putih cukup membuat geger politik dalam pembahasan Rancangan Undang undang Pemilihan Kepala Daerah. Koalisi yang dibentuk calon presiden asal Partai Gerindra, Prabowo Subianto itu berkeras agar pilkada kembali ke sistem semula, yakni dipilih oleh DPRD.
Menariknya, dalam pembahasan jauh sebelum terbentuknya Koalisi Merah Putih, partai semacam PKS dan PAN getol menolak pilkada lewat DPRD, sejalan dengan PDIP. Namun, usai terbentuknya koalisi Merah Putih yang dijanjikan bakjal permanen itu, sikap dua partai itu langsung menyeberang dan berlawanan dengan kubu banteng. “Pergerakan semacam ini harus diwaspadai,” katanya.