Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meraih gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri dalam sidang promosi doktor di kampus IPDN, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Jumat (19/6).
Dalam disertasi berjudul 'Pengaruh Pemilihan Kepala Daerah Langsung terhadap Korupsi Kepala Daerah di Indonesia', Gamawan memaparkan pilkada langsung dianggap rawan korupsi dan berbiaya mahal. Inilah yang menjadi ide dasar untuk mengembalikan pilkada ke DPRD sehingga menimbulkan polemik dalam pembahasan RUU Pilkada di DPR.
Pilkada langsung dimulai Juni 2005. Sejak itu, sebanyak 528 daerah telah melakukan pilkada langsung sebanyak 1.027 kali. Hingga Desember 2013, sebanyak 319 kepala daerah terjerat kasus hukum, 283 di antaranya soal korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk menghasilkan pilkada langsung berkualitas, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan pengesahan serta pelantikan," kata Gamawan di hadapan para pengujinya.
Tahap persiapan, dikutip dari disertasi Gamawan, meliputi masalah sosialisasi intensif, penentuan pasangan calon yang dilakukan oleh partai politik --seperti ketika memajukan Ridwan Kamil sebalai calon wali kota Bandung-- dilakukan secara terbuka, membuka ruang luas kepada masyarakat untuk dapat mengusulkan maupun dicalonkan menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dari partai politik, dan melakukan uji publik.
Tahap pelaksanaan meliputi kampanye yang dilakukan dengan pertemuan terbatas dan mengutamakan dialog satu arah, debat calon kepala daerah di depan publik, pemberian kesempatan yang sama untuk melakukan kampanye melalui media masssa, dan memberlakukan sanksi diskualifikasi jika calon terbukti melakukan politik uang.
Tahap pengesahan dan pelantikan memerlukan pembatasan waktu yang jelas serta memberikan alternatif solusi dengan memberikan kewenangan kepada lembaga atau pejabat yang lebih tinggi untuk mengambil alih hasil dari proses pilkada.
Gamawan menilai penyebab korupsi masif oleh kepala daerah adalah rendahnya kualitas pelaksanaan pilkada. Namun menurut mantan gubernur Sumatera Barat itu, solusinya bukan dengan mengalihkan pilkada kepada DPRD, melainkan dengan memperbaiki peraturan dan mekanisme pilkada.
"Dalam UUD, yang masuk dalam pemilu itu DPRD, DPR, DPD, dan pemilihan presiden. Kepala daerah bukan bagian dari pemilu, namun tetap harus dilakukan demokratis baik secara langsung maupun lewat DPRD," kata Gamawan.
Ia memandang perbaikan pilkada langsung dan perbaikan proses di internal partai akan menjadi solusi yang baik. Di sisi lain, faktor penyebab korupsi juga karena perilaku masyarakat. Gamawan mengutip rilis KPK bahwa 71 persen masyarakat menyetujui politik uang.
Gamawan ragu pilkada oleh DPRD dapat menjadi solusi karena hal itu berpotensi meminimalkan aspirasi rakyat dan menyandera kepala daerah. "Apakah aspirasi rakyat benar-benar tersalurkan atau malah menjadi bias," tulisnya dalam disertasi.
Kepala daerah juga amat mungkin tersandera DPRD karena anggota DPRD merasa menjadi pihak yang berjasa dalam menaikkan sang kepala daerah ke kursi kekuasaan.