Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Demokrat berkukuh mengajukan draf ketiga RUU Pilkada dalam rapat paripurna DPR, Kamis (25/9). Draf tersebut berupa rancangan pilkada langsung yang mencantumkan sepuluh syarat perbaikan mekanisme pilkada yang diinginkan Demokrat.
“Kalau sepuluh perbaikan itu bisa diakomodasi, sebetulnya tidak perlu opsi (draf) ketiga,” kata Wasekjen Demokrat Ramadhan Pohan di gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Apabila draf ketiga Demokrat diajukan, maka suara Demokrat yang berjumlah 148 orang di DPR akan terkonsentrasi pada draf tersebut. Ini merupakan kerugian bagi kubu PDIP yang mendukung pilkada langsung. Sebab harapan PDIP agar Demokrat bisa memperkuat barisan mereka dan bersama-sama memenangi voting pilkada langsung, bakal sirna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sama-sama mendukung pilkada langsung, artinya kubu PDIP dan Demokrat mengusung draf terpisah. Dengan peta seperti ini, kubu pilkada tak langsung bisa memenangi voting, terlebih bila suara mereka solid. Pilkada oleh DPRD didukung oleh Koalisi Merah Putih (KMP) yang terdiri dari Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan PPP.
Berhitung di atas kertas dengan tiga draf di paripurna, draf pilkada tak langsung mengantongi dukungan mayoritas dari 237 suara anggota DPR dengan rincian Golkar menyumbang 106 suara, PKS 57 suara, PAN 46 suara, PPP 38 suara, dan Gerindra 26 suara.
Sementara draf pilkada langsung versi Panitia Kerja didukung oleh total 139 anggota DPR dengan rincian PDIP menyumbang 94 suara, PKB 28 suara, dan Hanura 17 suara. Terkahir, draf pilkada langsung versi Demokrat didukung oleh 148 suara, seluruhnya dari fraksi itu sendiri yang menguasai kursi terbesar di DPR.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka kubu pilkada tak langsung menang dan pilkada langsung akan kalah. Namun Demokrat tak mempersoalkannya. “Tidak masalah kalah, yang penting rakyat tahu posisi politik kami seperti apa,” kata Ramadhan.
Wakil Ketua Komisi I menyatakan Demokrat tidak mengincar kalah atau menang, yang penting berupaya untuk memperjuangkan suara rakyat.
Demokrat mengajukan drafnya sendiri karena satu syarat yang mereka ajukan ditolak pemerintah dan fraksi lain. Syarat itu adalah aturan uji publik atas calon kepala daerah. Uji publik ini memberikan kewenangan kepada tim penguji untuk memutuskan apakah bakal kandidat kepala daerah lolos atau tidak menjadi calon kepala daerah.
Syarat ini dianggap berpotensi menjegal calon kepala daerah dan justru rawan politik uang. “Aturan itu membuat calon bisa 'bermain' untuk mendapatkan surat lolos uji publik. Uji publik ini rentan dibayar,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.