Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah kantor Bonaran Situmeang digeledah, pada Rabu (24/9), hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil tersangka kasus suap sengketa Pemilukada Tapanuli Tengah itu.
Bonaran diperiksa terkait dugaan tindak pidana suap kepada hakim Mahkamah Konstitusi dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah pada 2011. "Yang bersangkutan (Bonaran) dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Jumat (26/9).
KPK, pada Rabu lalu menggeledah kantor Bonaran di Gedung Pusat Alkitab Lt. 9 Unit 901 Jalan Salemba Raya No. 12 Senen, Jakarta Pusat. Sejumlah berkas-berkas dokumen dan alat bukti lainnya disita untuk kepentingan penyidikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bonaran ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap kepada bekas Ketua MK Akil Mochtar Agustus lalu. Pemberian suap tersebut diduga berkaitan dengan sengketa Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Bonaran disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penetapan Bonaran sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil. Dalam amar putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Akil terbukti menerima suap terkait dengan penyelenggaraan Pemilukada Tapanuli Tengah sebesar Rp 1,8 miliar.
Uang yang diduga berasal dari Bonaran itu disetorkan ke rekening perusahaan istri Akil, CV Ratu Samagat, dengan slip setoran bertuliskan "angkutan batu bara". Pemberian uang tersebut diduga kuat untuk mengamankan posisi Bonaran yang digugat di MK, setelah dinyatakan menang oleh KPUD Tapanuli Tengah.
Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah dimenangi oleh pasangan Raja Bonaran dan Sukran Jamilan Tanjung, sejak Juli 2011. Namun, keputusan KPUD tersebut digugat oleh pasangan lawan. Permohonan keberatan hasil Pilkada Tapanuli Tengah ditolak, sehingga Bonaran dan Sukran Tanjung tetap sah sebagai pasangan bupati dan wakil bupati terpilih.
Atas tindakannya, Bonaran terjerat Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.