Jakarta, CNN Indonesia -- Koalisi masyarakat sipil bersiap mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Pilkada yang disetujui DPR pekan lalu. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai lembaga swadaya masyarakat yang menjadi pionir dalam menggalang dukungan rakyat untuk menggugat UU Pilkada, sampai kewalahan dengan antusiasme warga.
“Sudah 2.500 orang lebih yang mendaftar ke kami untuk menggugat UU Pilkada, dan jumlah itu terus bertambah,” kata Koordinator KontraS Haris Azhar kepada CNN Indonesia, Senin (29/9).
Warga yang berniat menggugat UU Pilkada itu berasal dari berbagai daerah, termasuk Poso, Ambon, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Ada juga yang menghubungi dari luar negeri seperti Jerman dan Australia,” ujar Haris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia optimistis gerakan rakyat dalam menolak UU Pilkada ini akan menjadi kekuatan besar, sebab masyarakat berkepentingan langsung atas dicabutnya hak mereka dalam memilih kepala daerah oleh DPR melalui partai-partai politik di dalamnya.
UU Pilkada, kata Haris, menutup kesempatan bagi orang-orang biasa yang berada di luar partai politik untuk menjadi pemimpin. Mereka bisa mencalonkan diri asal mendaftar melalui partai. “Sekarang bagaimana orang mau masuk partai kalau mereka tidak percaya dengan partai?” ujarnya.
Haris menceritakan banyak warga Sulsel marah dengan UU Pilkada. “Di sana, ada bupati Sulsel dari kalangan independen. Waktu pilkada menang dengan mengantongi 80 persen suara rakyat. Nah, yang seperti itu tak akan ada lagi. Hak rakyat hilang,” kata aktivis HAM itu.
Lagkah KontraS menghimpun masyarakat untuk menggugat UU Pilkada kini ditiru oleh LSM lain seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Perludem bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Parliamentary Center (IPC), dan Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) kini tengah mengkaji UU Pilkada dan mendaftar pasal-pasal yang akan digugat ke MK.
Haris pun menyambut baik kerjasama berbagai LSM ini. Menurutnya, semua upaya itu akan bermuara ke satu titik yang sama: kemenangan rakyat atas segelintir elite politik. “Dalam hukum, ini biasa dikenal dengan class action, upaya hukum dari orang-orang yang dirugikan,” kata Haris.
KontraS selanjutnya akan berkonsultasi dengan MK terkait sejumlah penggugat UU Pilkada yang saat ini berdomisili di luar negeri, baik sebagai mahasiswa maupun pekerja. Sebab apabila mereka harus datang ke Jakarta, biayanya cukup mahal. “Kami minta kebijakan MK, apakah bisa cukup dengan teleconference atau tidak,” ujar Haris.
DPR menyetujui RUU Pilkada menjadi UU dengan mekanisme pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Ini artinya hak rakyat untuk memilih langsung kepala daerahnya selama sembilan tahun terakhir bakal hilang pada tahun 2015.