Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin menolak Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dengan menggunakan Pasal 20 ayat 2 UUD 1945. Pasal itu berbunyi “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama.”
“Kemarin Presiden bertanya pada Ketua Mahkamah Konstitusi apakah bisa melaksanakan pasal itu,” kata Denny di Jakarta, Senin (29/9). SBY menelepon Hamdan Zoelva dari Jepang di sela kunjungan kenegaraannya khusus untuk berkonsultasi soal UU Pilkada.
Pasal 20 ayat 2 konstitusi jelas mengatur soal kesepakatan bersama presiden dan DPR dalam menetapkan RUU. Maka, menurut Denny, SBY tengah mempertimbangkan untuk menyatakan tidak setuju atas UU Pilkada.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, persoalan selanjutnya justru berada pada pasal yang sama pada ayat yang berbeda. Pasal 20 ayat 5 berbunyi “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.”
Dengan kata lain, terdapat perbedaan signifikan antara pasal 20 ayat 2 dan ayat 5. “Dalam pasal 20 ayat 5, RUU Pilkada akan tetap berlaku tanpa tanda tangan presiden,” ujar Denny. Apalagi Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah hadir dalam penetapan RUU Pilkada menjadi UU di rapat paripurna DPR.
Terhadap semua kemungkinan itu, kata Denny, SBY memintanya mengkaji berbagai cara untuk mengupayakan agar UU Pilkada bisa digagalkan.
Denny kini telah mengantongi beberapa alternatif untuk memuluskan rencana SBY tersebut. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Pengganti UU (Perppu). Namun berdasarkan UUD 1945, Perppu mesti diajukan segera ke DPR pada masa sidang berikutnya. Itu pun keberhasilannya tak dijamin jika tidak ada perubahan peta politik di parlemen. Jika Perrpu ditolak DPR, maka UU Pilkada bakal tetap berlaku.
Alternatif lain tentu dengan menggugat UU Pilkada ke MK. MK menyatakan siap menerima gugatan UU Pilkada. “Kalau ada yang melakukan permohonan uji materi, kami akan melakukan proses pengujian konstitusi. Kami melihat murni dari segi konstitusi, tak ada urusannya dengan politik,” ujar Ketua MK Hamdan Zoelva secara terpisah.
Jumat dini hari (26/9), DPR menyetujui UU Pilkada yang menetapkan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD. Praktis rakyat tidak dapat lagi memilih kepala daerahnya sendiri secara langsung. Penetapan pilkada oleh DPRD tersebut berdasarkan hasil voting yang diikuti fraksi-fraksi di DPR, kecuali Demokrat yang memilih
walkout. Sebanyak 226 suara dari Koalisi Merah Putih mendukung pilkada melalui DPRD, sedangkan 135 suara dari PDIP, PKB, dan Hanura mendukung pilkada langsung.