Cerita Pilu Wartawan di Pesakitan

CNN Indonesia
Senin, 06 Okt 2014 11:16 WIB
Pada 1965, mereka yang diduga memiliki keterkaitan dengan G30SPKI ditangkap. Siapapun bisa diciduk, termasuk Maspendi, sang wartawan muda.
Ilustrasi (Dok Getty Images)
Jakarta, CNN Indonesia -- “Ikut saya sekarang juga. Ini Perintah komandan!”

Meski sudah lewat nyaris setengah abad, teriakan perintah itu masih mendengung di telinga Maspendi. Lelaki yang kini berusia 72 tahun itu juga masih ingat sosok pria berseragam militer yang menggeruduknya pada siang bolong akhir Desember 49 tahun lalu.

“Saat itu saya masih berusia 23 tahun, bekerja sebagai redaktur di Harian Jalan Rakyat di Surabaya,” kata Maspendi bercerita saat ditemui CNN Indonesia di Goethe Institut, pada Jumat malam (3/10).

Sore hari, 27 Desember 1965, Maspendi yang saat itu baru tiga tahun menjadi wartawan digeret beberapa pria berbaju loreng ke penjara Kali Sosok di utara Surabaya. Dalam ruangan 6x9 meter ia kemudian dipaksa berdesakan dengan 90 pesakitan politik lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maspendi mengatakan setelah penangkapan di bulan Desember itu, dia lantas ditahan hingga 13 tahun kemudian. Ia tidak pernah mendapatkan alasan penangkapan apapun dari aparat yang berwenang. “Hingga hari ini!” katanya.

Seingat Maspendi, teman-teman pesakitannya di penjara tempat para tokoh kemerdekaan seperti Soekarno, WR. Supratman, KH Mas Mansyur itu, berasal dari beragam kalangan. Mulai dari petani, guru, wartawan hingga sarjana arsitektur. “Semuanya ada tujuh ruangan, total berisi 800 tahanan politik yang dikaitkan dengan gerakan komunis PKI,” kata lelaki yang wajahnya masih senantiasa sumringah itu menjawab.

Selama berada di rumah tahanan, kata Maspendi, tahanan selalu datang dan pergi. Ada yang dibuang ke pengasingan, ada yang dipindahkan ke rumah tahanan lainnya, bahkan ada pula yang tak jelas juntrungan nasibnya lantas hanya menyisakan nama saja.

Setelah beberapa waktu, Maspendi juga kemudian dipindahkan ke dalam sel yang lebih kecil seukuran 2 x 3 meter. 
“Saya beruntung tidak mendapatkan penyiksaan apapun. Tetapi ditahan selama 13 tahun dan 7 bulan dalam sebuah ruang sempit tanpa ada kejelasan mengenai nasib Anda di masa depan bukanlah sebuah hal yang mudah,” dia mengatakan.

Maspendi mengatakan selama periode penahanan tersebut tak ada banyak hal yang bisa diperjuangkan. Dia mengaku pasrah. Keluarganya juga tidak bisa berbuat banyak. Untungnya, kata Maspendi, pada tahun 1979, pemerintah sepakat untuk melepaskan para tahanan politik karena mendapat tekanan keras dari dunia internasional, terutama atas desakan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter.

“Keluar dari penjara saya tidak punya apapun. Tak mudah untuk mencari pekerjaan karena status eks tapol,” ujarnya. Walhasil, sang jurnalis pun beralih pekerjaan menjadi tukang cat, kuli angkat batu, hingga berjualan makanan. “Apapun saya lakukan demi hidup.”

Nasib buruk seperti ini tak hanya dialami Maspendi. Ratusan bahkan ribuan orang yang tak tahu apa-apa kemudian ditangkapi. Tudingannya seragam, yakni terlibat dengan partai atau organisasi terlarang, Partai Komunis Indonesia.

Tak lama berbincang, Maspendi lantas berhenti sejenak. Matanya menerawang jauh sekali ke masa lalu. Lalu kemudian ia menggelengkan kepalanya beberapa kali. "Saya sendiri hingga kini masih bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang wartawan yang tidak secuil pun terlibat dengan peristiwa tersebut, bisa terbawa arus situasi saat itu," ujar Maspendi dengan nada yang pahit.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER