Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Dalam Negeri menilai banyak peraturan daerah yang bermasalah. Mulai dari berbenturan dengan undang-undang yang lebih tinggi hingga silang sengkarut dengan hukum positif.
“Kami terus inventarisir dan ternyata semakin meningkat dari tiap tahun,” kata Direktur Jenderal otonomi daerah Djohermansyah Johan, kepada CNN Indonesia, Senin (7/10).
Sepanjang Tahun 2013, Kementerian Dalam Negeri menemukan 215 perda bermasalah. Jumlah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2012, yakni 173 Perda yang bermasalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak daerah membuat peraturan tanpa berpikir dampak dan benturannya dengan aturan yang lebih tinggiDjohermansyah Johan |
Kementerian Dalam Negeri sudah mengirimkan surat untuk meminta Pemda dan DPRD daerah tersebut mengklarifikasi Perda-Perda yang dianggap bermaasalah. Namun ternyata hal ini tak efektif. Sebab pada kenyataannya, pemerintah daerah tidak pernah melakukan klarifikasi.
“Banyak daerah membuat peraturan tanpa berpikir dampak dan benturannya dengan aturan yang lebih tinggi,” kata Djohermansyah.
Saat ini yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat adalah meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan legislatif sehingga dalam membuat peraturan daerah bisa berpikir jangka panjang.
Adapun Perda yang bermasalah adalah Perda tentang Pajak Daerah sebanyak 25 Perda, tentang Retribusi Daerah sebanyak 70 perda, tentang Perizinan sebanyak 2 perda, tentang Air dan Tanah sebanyak 3 perda, tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu sebanyak 1 perda, tentang Sumbangan Pihak Ketiga sebanyak 8 perda, Syariah dan Maksiat sebanyak 2 perda, dan perda lainnya sebanyak 104.
Djohermasnyah menerangkan keran otonomi membuat banyak daerah terlalu aktif membuat aturan dan perundangan lokal. Walhasil, sporadisnya aturan-aturan yang terbentuk tak jarang membuat masyarakat kebingungan.