REVISI KUHP

Menteri Hukum Ingin Revisi KUHP Diprioritaskan

CNN Indonesia
Kamis, 20 Nov 2014 07:20 WIB
DPR periode 2009-2014 tak mencapai target menyelesaikan revisi KUHP. Menteri Hukum Yasonna Laoly ingin revisi KUHP diprioritaskan dalam prolegnas 2015-2019.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly mengupayakan pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Program Legislasi Nasional 2015-2019. Rabu pagi (19/11), Yasonna berkonsultasi dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali untuk mencari solusi tersebut.

"Saya minta pikiran Ketua MA, supaya KUHP ini nanti kami prioritaskan. Kalau kami masih beda pendapat antara KUHP dengan KUHAP, harus ditentukan dulu apa yang diprioritaskan, misal KUHP ya selesaikan KUHP," ujar Yasonna ketika ditemui di Gedung MA, Rabu (19/11).

Menurut lulusan North Carolina State University Raleight, Amerika Serikat ini, masih banyak peraturan yang tumpang tindih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selaras dengan upaya pembahasan monitoring peraturan, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan sejumlah pakar terkait penyusunan dan Program Legislasi Nasional Prioritas Tahunan 2015, Rabu pagi di Gedung DPR.

Hadir dalam rapat adalah peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Ronald Rofiandri. "Umur suatu undang-undang (UU) tidak permanen, dalam artian memiliki batas waktu dan terikat pada kondisi tertentu," ujar lulusan Universitas Indonesia ini melalui siaran persnya, Rabu (19/11).

Dia mengatakan, pembaruan yang terukur, terarah, serta berkesinambungan terhadap peraturan yang ada merupakan suatu keharusan. "Hal yang sama berlaku tidak hanya dalam konteks pembentukan UU baru, tetapi juga bagi UU yang telah ada sebelumnya," kata ahli hukum tata negara tersebut.

Selain itu, menurut Ronald, monitoring dan evaluasi juga diperlukan guna mengukur efektifitas implementasi UU. "Paradigma bahwa pencapaian kinerja legislasi yang optimal adalah dengan membentuk sejumlah UU baru sebagaimana ditargetkan dalam Prolegnas perlu diubah," ujarnya.

Menurutnya, produktivitas tidak melulu diukur melalui berapa banyak peraturan yang dilahirkan. "Bobot yang sama mesti diberikan ketika pembentuk UU melakukan monitoring dan evaluasi terhadap UU yang telah ada sebelumnya," katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER