Jakarta, CNN Indonesia -- Penyelesaian konflik TNI - Polri yang selama ini tak pernah tuntas. Akibatnya, konflik terus berulang. Hal ini disampaikan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menyikapi bentrok yang kembali pecah di Batam, Kepulauan Riau.
"Penyelesaian selama ini seperti sandiwara," kata Bambang kepada CNN Indonesia, Kamis (20/11).
Konflik yang pecah selalu disembunyikan dan dinyatakan berlatar belakang jiwa korsa atau kesalahpahaman antarpersonel. Apa yang terjadi sebenarnya, kata Bambang ditutupi demi melindungi bawahan tanpa melakukan pencarian kebenaran formal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhirnya, konflik yang tidak selesai kembali berulang. Bentrok terakhir yang pecah bahkan menewaskan satu anggota TNI, Prajurit Kepala (Praka) JK Marpaung.
Bambang mengingatkan, Indonesia adalah negara hukum. Karena itu konflik bentrok TNI-Polri ini harus diselesaikan di jalur hukum karena sudah masuk ranah pidana.
Kedok jiwa korsa atau kekurangan dana operasional tidak bisa lagi jadi alasan. Harusnya sanksi berat diberikan kepada mereka yang terlibat. Bila perlu, atasan yang terlibat atau bertanggungjawab juga diproses. "Pecat bila perlu kalau melewati batas," katanya. Dengan begitu akan ada efek jera dan konflik serupa tidak terulang di masa mendatang.
Bambang mengusulkan disusun semacam sistem keamanan terpadu. Pasalnya, di Indonesia terdapat beberapa komponen tenaga keamanan. Dari mulai satpam, polisi pamong praja, polisi khusus, polisi hingga TNI.
Banyaknya komponen ini membuat sistem keamanan terpadu harus dibuat. Misalnya dengan menerbitkan sebuah undang-undang yang mengaturnya.
Era orde baru menurut Bambang sistem keamanan terpadu adalah sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (hankamrata). Namun sayangnya sistem ini dipolitisir untuk tujuan politik presiden saat itu, Suharto.
Konsepsi keamanan terpadu saat ini, apapun bentuknya menurut Bambang perlu dibuat lagi. Apakah seperti Undang-undang Keamanan Nasional yang sempat ditolak beberapa waktu lalu atau bukan.
Konsepsi terpadu tersebut menurut Bambang perlu mengatur hubungan kerja dan pembagian tugas yang jelas antarkomponen penjaga keamanan. "Selama ini belum tertata secara sistematis," katanya.
Perselisihan antara anggota Yonif-134 Tuah Sakti dengan personel Brimob. berawal saat 2 anggota TNI bertemu 2 anggota Brimob Polda Kepulauan Riau di sebuah kios bensin eceran jalan Trans Barelang, Kecamatan Sagulum, Batam. Bentrok merembet lantaran personel dua satuan terlibat. Sempat terdengar bunyi tembakan dalam bentrok tersebut.
Bentrok antara dua satuan ini juga pernah terjadi pada 21 September 2014 lalu. Saat itu, empat anggota TNI terluka. Diketahui bentrok berawal dari penggrebekan lokasi penimbunan BBM selundupan oleh polisi.
Anggota TNI yang ada dilokasi bentrokan mengaku diminta menjaga keamanan lokasi penimbunan tanpa tahu bahwa barang yang dijaganya adalah BBM ilegal. Anggota TNI terluka karena pantulan peluru yang ditembakan petugas kepolisian untuk membuka jalan.
Baik dari TNI maupun Polri sama-sama berjanji akan menindak tegas personelnya yang bersalah dalam bentrok pertama itu.