Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon menilai pemerintah perlu mengkaji ulang pemberian pembebasan bersyarat terpidana kasus pembunuh Munir Said Thalib, Pollycarpus Budihari Prijanto.
"Kalau ada intervensi dan mempengaruhi keputusan pembebasan pemberian pembebasan bersyarat, harus dikaji ulang. Harus dicek nanti aturannya," ujar Fadli di Jakarta, Sabtu (29/11).
Menurut politisi Partai Gerindra yang juga oposisi pemerintah tersebut pengkajian ulang diperlukan untuk menimalisir adanya politisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, dia mengungkapkan kalau memang tidak ditemukan intervensi oknum tertentu maka kebijakan tersebut sudah tepat. "Saya kira itu hak dari terpidana ya. Misalnya kalau sudah menjalankan lebih dari separuh masa tahanannya, kemudian dilakukan bebas bersyarat," kata Fadli.
Merujuk pada Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 99 tahun 2012 soal Hak Narapidana, tiap pesakitan berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Syarat tersebut yaitu telah menjalani masa pidana paling singkat dua pertiga hukuman, berkelakuan baik selama menjalani masa pidana, baik, tekun, bersemangat, dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana. Apabila telah memenuhi syarat, narapidana dapat dibebaskan dengan Keputusan Menteri.
Terhitung hari ini, pemerintah memberikan pembebasan bersyarat kepada Pollycarpus. Kepala Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin mengonfirmasi ihwal pembebasan bersyarat tersebut. Meski demikian pihaknya mengatakan keluarnya Pollycarpus dari Lapas Sukamiskin masih menunggu proses laporan dari pihak terkait.
Sebelumnya, Mantan pilot PT Garuda Indonesia Tbk tersebut divonis 14 tahun penjara oleh majelis hakim Mahkamah Agung setelah Peninjauan Kembali (PK) yang kedua diajukan. PK bernomor 133 PK/PID/2011 tersebut diputus pada tanggal 2 Oktober 2013.
Pollycarpus sudah menjalani masa penahanan selama 8 tahun 11 bulan sejak vonis dibacakan pada 20 Desember 2005. Selama lima tahun belakangan, pembunuh Munir tersebut telah mendapatkan remisi tiap tahunnya.
Pollycarpus terbukti membunuh pegiat HAM, Munir, pada tanggal 7 September 2004. Saat itu, dirinya tengah menjadi pilot penerbangan Munir dari Jakarta menuju Belanda. Dari hasil otopsi, tim penyidik menemukan senyawa arsenik di tubuh Munir. Senyawa mematikan tersebut diketahui berada di salah satu panganan atau minuman Munir saat dirinya berada di dalam pesawat. Polly diyakini sebagai eksekutor dalam kasus tersebut.