Jakarta, CNN Indonesia -- "Untuk bertahan agar bisa hidup saja susah di sini (LP)," kata IW (31), salah satu penghuni Lembaga Pemasyarakatan Narkotika di Cipinang. Vonis penjara lima tahun ia dapatkan karena pesta narkoba. Kini ia menghadapi “vonis” lain yang jauh lebih mengerikan: terkena HIV.
Setahun sudah IW menghabiskan hidupnya di dalam lembaga pemasyarakatan di daerah Jakarta Timur itu. Dirinya mendekam dalam jeruji karena tertangkap saat sedang melakukan pesta narkoba bersama teman-temannya.
Sebelum vonis dari pengadilan keluar, IW mengisi ruang sel di rumah tahanan Salemba. Ibarat pepatah 'bagai jatuh tertimpa tangga', IW yang pada kala itu berstatus sebagai calon tahanan mendapat kabar buruk yang ia tidak duga-duga sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia dinyatakan positif terkena HIV, sebuah virus dan penyakit yang hingga saat ini belum ada penyembuhnya. "Saya kaget dan terpukul pas tahu kalau saya punya HIV,” pengakuannya saat ditemui di sela-sela acara peringatan hari AIDS Internasional di LP Narkotika Cipinang pada awal Desember lalu.
Badannya yang kurus tinggi, disertai koreng yang membalut hampir seluruh kaki dan tangannya, membuat orang yang melihat dirinya pasti percaya bahwa ia terkena virus mematikan tersebut. Namun, IW sendiri baru mengetahui bahwa dirinya mengidap HIV setelah dilakukan pemeriksaan di Rutan Salemba.
"Sebelumnya saya kira ini penyakit koreng biasa,” tambahnya lagi. Kepada CNN Indonesia ia mengaku tertular virus HIV dari pemakaian jarum suntik yang sembarangan ketika masih mengkonsumsi narkoba.
Jarum suntik memang masih menjadi faktor utama penyebab penularan virus HIV di Indonesia, khususnya Jakarta. Hal tersebut pernah disampaikan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta pada Kamis (27/11) lalu.
Walaupun positif terkena HIV, IW bukan serta merta kehilangan semangat hidupnya. Ketakutan akan kematian yang akan datang secara tiba-tiba ia akui adanya.
Namun, dirinya tak mau larut dalam ketakutan dan kekhawatiran tersebut "Setelah pindah, saya langsung bergabung dengan kelompok yang ada di sini (LP Narkotika Cipinang)," tuturnya.
Ia merasa senang sekaligus sedih. Senang karena bertemu dengan orang-orang yang bernasib sama setelah ia pindah ke LP Narkotika Cipinang, namun sedih karena tidak ada teman atau keluarga yang menjenguknya sama sekali.
"Saya sudah cerai, hubungan dengan teman-teman di luar juga terputus sejak saya di Salemba,” ucap IW. Ketiadaan orang yang menjenguk menjadikan ia rela untuk melakukan pekerjaan apa saja untuk bertahan hidup di dalam lapas.
Sejauh ini ia mengisi waktu dengan aktif bersih-bersih atau membantu membuat makanan atau barang kerajinan di Balai Kerja. Dari pekerjaannya itu bisa mendapat sedikit uang untuk membeli air minum.
Air minum memang menjadi persoalan yang dihadapi para narapidana di LP Cipinang. Pihak lapas tidak menyediakan air minum bagi narapidana sehingga mereka harus membeli dari kantin di dalam lapas. Air yang tersedia hanya untuk keperluan sanitasi.
"Harga air mineral di sini memang murah, hanya Rp 500 per liternya. Tapi saya yang enggak punya keluarga gini gimana mau beli? Untuk makan aja susah apalagi untuk air," ujarnya.
Karena ketiadaan uang, IW sering meminum air mentah yang berasal dari kran masjid. "Sering sekali itu. Sakit memang awalnya, namun lama-lama saya terbiasa. Banyak juga napi di sini yang seperti itu,” ungkapnya penuh semangat. Konsumsi air mentah juga ia lakukan untuk meminum obat rutin yang diberikan oleh pihak LP.
Perlakuan DiskriminatifSebagai narapidana dengan HIV, IW dan narapidana lain yang senasib sering mendapat perlakuan diskriminatif dari sesama penghuni lapas. Tidak jarang penghuni lapas lain menunjukkan sikap tidak suka kepada IW, mulai dari keengganan menggunakan alat makan dan minum yang ia gunakan hingga pengucilan.
Hingga saat ini perlakuan diskriminatif tersebut masih sering ia alami. Padahal, menurut data yang berhasil dihimpun, terdapat sekitar 194 dari total 2.700 tahanan yang menderita HIV di LP Narkotika Cipinang. Sulit membayangkan bagaimana perasaan ke-194 napi yang ada di sana sehari-harinya.
Pemuda asal Matraman, Jakarta Pusat, itu berharap penuh agar pemerintah membantu dirinya dan teman-teman yang ada di LP Narkotika Cipinang.
“Sediakan air lah seenggaknya. Kami rentan banget terkena penyakit apalagi kalau disuruh minum air mentah terus menerus,” ujar IW dengan nada cemas. “Bisa meninggal sebelum keluar lapas kami,” lanjut dia. Maklum, orang dengan HIV memiliki antibodi yang sangat minim sehingga rentan terkena penyakit.
Kepala Poliklinik LP Narkotika Cipinang, Yusman, mengatakan sepanjang 2014 setidaknya tercatat sudah 10 tahanan yang meninggal karena virus HIV di LP Narkotika Cipinang. Hal itu terhitung sejak Januari-November tahun ini.
Masih ada empat tahun sisa masa tahanan yang harus dijalani IW. Ia berharap bisa bertahan hidup sampai masa hukumannya selesai.
IW, seperti sosok bapak pada umumnya, ingin sekali melihat dan kembali bertemu dengan anaknya. "Tinggal itu saja harapan saya jika keluar nanti,” tuturnya dengan mata menerawang ke depan.
Harapan IW bukan tidak mungkin dapat terwujud. Mengingat tidak semua pengidap HIV akan mengalami kematian dalam waktu dekat. Namun, perhatian tentu harus diberikan pemerintah kepada orang-orang seperti IW. Perbaikan fasilitas dasar, seperti pemberian air mineral layak minum, menjadi salah satu hal yang harus segera dilakukan.