Jakarta, CNN Indonesia -- Soal memilih wakil, rupanya Ahok tak “jatuh cinta” dengan Boy Sadikin -anak almarhum Gubernur Ali Sadikin. Ia malah melirik Djarot Saiful Hidayat, mantan dosen dan Wali Kota Blitar, Jawa Timur. Lantaran Djarot juga “anak” Megawati, maka Ahok sempat melobi Megawati agar mengijinkan Djarot menjadi wakilnya. gayung bersambut keinginan itu akhirnya direstui.
Apa sebenarnya yang dilihat Ahok dari sosok Djarot? Lalu bagaimana tanggapan Djarot ketika akhirnya ia mendapat jalan mulus untuk mendampingi Ahok membenahi Jakarta? Simak wawancara wartawan CNN Indonesia Utami Diah dan M Arby Rahmat saat menemui Djarot dan istrinya Heppy Farida di kediaman pribadi di Raffles Hills Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (6/12).
Bagaimana tanggapan Bapak setelah mendapat restu wagub dari Megawati?Kalau di PDI Perjuangan, setiap saat harus siap untuk ditempatkan dimana saja dan kemudian harus dituntut dengan kerja sepenuh hati. Itu adalah satu nilai yang selalu ditekankan Ibu Mega kepada semua kader. Untuk bekerja dengan sepenuh hati dan bertanggungjawab. Bukan hanya bertanggungjawab kepada keluarga dan partai saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana pendekatan Ahok ke Bapak?Pak Ahok ini kan punya insting politik yang luar biasa. Sebelum pemilu legislatif, tepatnya pada bulan Februari, Pak Ahok itu telepon saya pas saya lagi di jalan. Beliau meminta saya untuk menemani beliau di Balai Kota. Saya sempat kaget. Namun ia menyakinkan saya. Beliau memilih saya karena sudah kenal lama dan tahu karakter serta kinerja saya. Itu kata beliau, lho, ya.
Saya dan Pak Ahok punya kesamaan.Djarot Syaiful Hidayat, Wakil Gubernur DKI Jakarta pilihan Ahok |
Bapak langsung menerima?Saya sempat bilang, ini pemilu legislatif (jatuh pada April) saja belum. Saya ini punya tanggung jawab untuk bisa merauk suara di sana (pileg), membesarkan partai di sana begitu ya. Saya bilang lagi masalah seperti itu (memilih saya sebagai wakil) akan kita pikirkan berikutnya setelah pemilu legislatif selesai. Namun nama saya waktu itu sudah sempat beredar di beberapa media nasional sebagai calon wakil gubernur.
Ketika Pak Ahok meminta saya, ya saya awalnya belum berani mengiyakan sebelum ada rekomendasi dari partai. Setelah ada keluar rekomendasi dari partai, dan itu fix, final, sudah ditandatangani oleh Ketua Umum Partai, sama Plt Sekjen, baru saya bergerak. Itu etikanya, ya.
Sudah lama kenal Pak Ahok?Saya waktu itu menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDIP Jakarta yang bertanggung jawab memenangkan Pak Jokowi-Pak Basuki waktu itu. Jadi saya sudah kenal.
Pengalaman dari Blitar yang potensial dikembangkan di Jakarta?Yang paling vital itu Revolusi Birokrasi. Itu saya sampaikan di sana (Blitar). Selama satu tahun itu betul-betul birokrasi kita siapkan betul untuk menyongsong perubahan besar bagi Blitar. Kota itu semula sepi, kumuh, dan gelap, setelah birokrasi diperbaiki kini menjadi kota yang betul-betul bersih, ramai dan dikunjungi banyak wisatawan. Ini bisa menumbuhkan ekonomi kerakyatan.
Revolusi itu adalah perubahan secara mendasar. Nilai-nilai lama yang dianggap tidak baik, yang buruk, diganti dengan nilai-nilai baru yang lebih baik. Kalau reformasi kan bagian-bagian kecil yang dirubah, no. Kata ‘revolusi’ itu menjadi icon-nya Pak Jokowi ketika melakukan Revolusi Mental, kan begitu kan ya? Nah ini yang bisa kita ambil. Bagaimana merubah paradigma, mindset dari birokrasi publik supaya betul-betul berubah.
Tapi itu tidak berdiri sendiri. Itu ditentukan juga oleh para pemimpinnya, pemimpin politiknya. Birokrasi itu adalah suatu organisasi modern. Kalau kepala daerahnya baik, insya allah birokrasinya akan baik.
Saya dan Pak Basuki punya kesamaan. Punya nilai yang sama bahwa menjadi birokrasi itu harus mampu melayani bukan minta dilayani. Birokrasi juga harus pro-aktif, kreatif, inovatif. Jangan hanya bisa kasih laporan yang baik-baik, no! Tidak boleh. Dia harus kasih laporan sesuai dengan apa adanya kondisi di lapangan. Sehingga kita bisa mengetahui persoalan apa yang mendesak.
Jadi banyak sekali yang harus kami ubah. Nah yang paling penting, perlu saya sampaikan bahwa birokrasi itu 24 jam, tidak boleh tidur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Karena persoalan yang ada di masyarakat itu adanya ya 24 jam itu dalam sehari. Birokrasi harus hadir cepat.