Jakarta, CNN Indonesia -- Banyaknya kasus penolakan rumah sakit terhadap pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disinyalir terjadi akibat ketidakpahaman masyarakat atas sistem layanan kesehatan pemerintah.
Ketua Persatuan Dokter Penyakit Dalam, Ari Fahrial, mengatakan layanan pengobatan berjenjang atau rujukan yang diperkenalkan pemerintah belum sepenuhnya dipahami oleh peserta BPJS.
“Masyarakat harus mengerti sistem rujukan dulu. Ada sistem pelayanan bertingkat. Tidak semua kasus bisa ditangani di pelayanan spesialis atau sekunder,” katanya saat ditemui CNN Indonesia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Senin (8/12) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ari mengatakan masing-masing fasilitas kesehatan dalam hal ini puskesmas, rumah sakit atau klinik, memiliki kemampuan berbeda sesuai dengan tingkat keparahan penyakit, kompetensi dokter dan ketersediaan alat.
“Kalau pasisen cuma batuk pilek datang ke RSCM ditolak, itu salah pasiennya. Rumah sakit biasanya untuk pasien yang parah sakitnya,” kata dia.
Sistem pengobatan berjenjang tersebut, katanya, dilakukan pemerintah untuk meringankan beban pembiayaan fasilitas kesehatan.
“Misalnya, untuk usus buntu dilayani di pelayanan sekunder, dananya Rp 6 juta tetapi ternyata harus ada usus dipotong. Kan, tidak mencukupi,” kata Ari.
Penolakan yang terjadi oleh rumah sakit, katanya, terjadi karena ketidakpahaman masyarakat akan sistem pengobatan berjenjang tersebut. Dalam benak masyarakat, katanya, terkadang seolah rumah sakit yang mempunyai peralatan canggih dengan dokter mumpuni enggan merawat peserta BPJS.
“Mungkin dokternya mampu tapi pembiayaan dan peralatannya tidak memadai. Oleh karena itu, dibuat sistem rujukan,” kata dia menjelaskan.
Selain itu, kesiapan sarana prasarana yang belum memadai pada tingkat pelayanan kesehatan tertentu juga menyebabkan sistem rujukan BPJS tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Terkadang, pasien dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau tersier, tetapi pada praktiknya fasilitas kesehatan tersebut tidak memiliki peralatan diharapkan.
“Pada kenyataannya, pelayanan sekunder banyak yang tak didukung oleh tenaga SDM subspesialis atau spesialis memadai sehingga banyak kasus yang semestinya dirawat di pelayanan sekunder langsung dirujuk ke pelayanan tersier,” ujar dia.
Petugas Kesehatan Bantu Carikan Fasilitas Kesehatan
Solusi dari persoalan tersebut, katanya, adalah pihak rumah sakit semestinya memberikan keterangan lengkap kepada pasien BPJS yang tertolak. Sehingga, pasien bisa tahu alasan penolakan dan ketidakbisaan pihak rumah sakit menampung. Selain itu, petugas kesehatan sebaiknya membantu pasien untuk mencari fasilitas kesehatan yang tersedia.
“Nantinya, jangan sampai pasien keliling mencari tempat, tetapi sistem yang mencari pasien,” kata Ari.
Lebih jauh lagi, untuk kasus penyakit serius dan berat, semestinya pihak rumah sakit juga bisa memberikan prioritas dan menerima pasien tersebut dulu. “Jangan sampai pasien keliling mencari rumah sakit dan meninggal sebelum sampai rumah sakit tujuan,” kata dia menegaskan.