PENUNTASAN KASUS HAM

Pemerintah Didesak Cabut Penolakan Komisi Rekonsiliasi Aceh

CNN Indonesia
Rabu, 10 Des 2014 14:31 WIB
Aktivis penggiat hak asasi manusia (HAM) mendesak pemerintah mencabut keputusan penolakan pemberlakuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR).
Sejumlah rekan dan keluarga korban pelanggaran HAM Aceh melakukan aksi damai di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (8/12). Aktivis penggiat hak asasi manusia (HAM) mendesak pemerintah mencabut keputusan penolakan pemberlakuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR). (AntaraFoto/Muhammad Adimaja)
Jakarta, CNN Indonesia -- Aktivis penggiat hak asasi manusia (HAM) mendesak pemerintah mencabut keputusan penolakan pemberlakuan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh (KKR).

Ketua Lembaga Bantuan Hukum APIK Aceh Samsidar mengatakan semestinya pemerintah tidak menolak Qanun Aceh tentang KKR. Pasalnya, keberadaan KKR dinilai bisa membantu menyelesaikan penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu di Aceh. 

"Harusnya pemerintah tidak menolak. Kalau menolak, apa yang bisa ditawarkan pemerintah nasional atas penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu di Aceh," kata Samsidar saat dihubungi CNN Indonesia, Rabu (10/12).


ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Qanun Aceh Nomor 17 tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) pada 2013.

Rancangan Qanun tentang KKR telah diajukan kepada DPRA sejak 2009. Qanun tersebut dibuat berdasarkan nota kesepahaman antara Pemerintah dengan Gerakan Aceh Merdeka dalam perjanjian Helsinki pada Agustus 2005.

Namun, pada 1 April 2014 lalu, pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri, memberikan surat pernyataan penolakan keberadaan KKR. Dalam surat pernyataan yang ditandatangani Gamawan Fauzi (saat itu menjabat Mendagri), keberadaan KKR dinilai tidak sah karena MK telah menolak UU Nomor 27 tahun 2004 tentang KKR.

UU tersebut dinilai telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pihak pengaju Qanun KKR juga diminta untuk berkoordinasi dengan DPRA untuk menyesuaikan substansi Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang KKR sesuai dengan ketentuan perundnagan yang lebih tinggi. 

Ditanyai mengenai penolakan tersebut, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Johan mengatakan dasar hukum Qanun KKR menjadi tidak jelas karena UU KKR telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Dasar hukum secara nasional tidak ada. Inilah yang mengganjal pembentukan KKR di Aceh," kata dia menjelaskan. "Mau dicantolkan ke peraturan nasional yang mana?" [Baca Juga: Jangan Acuhkan Aceh]

Djohermansyah kemudian menjelaskan semestinya ada pembaruan dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang KKR yang baru ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Untuk percepatan penyelesaiannya bisa ditanyakan ke pihak Kemenkumham, sudah sejauh mana RUU KKR ini," ujar dia.

Penuh paranoia

Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Kris Biantoro menilai penolakan dari pemerintah terkait KKR dipenuhi dengan unsur politis dan paranoia berlebihan.

Dia mengatakan ada sebuah ketakutan dari pemerintah pusat bahwa kewenangan KKR akan melebihi kewenangan pemerintah pusat. 

"Padahal, KKR ga ada fungsi pengadilan HAM tidak seperti Komnas HAM yang memiliki kewenangan hingga ke pengadilan HAM atau HAM ad hoc," kata dia menjelaskan. 

Fungsi KKR, katanya, lebih jangka pendek dan akan mengakomodir kepentingan korban termasuk pengakuan terhadap korban-korban pelanggaran HAM masa lalu. 

"Kalau peradilan HAM biasanya, kan, prosesnya lama. Mesti ada bukti terus persetujuan DPR terus ada peradilan HAM. Kalau KKR tidak sampai ke sana," kata dia. "Tak ada yang perlu dikhawatirkan."

Kris juga menyampaikan sebenarnya Presiden Jokowi tinggal meneruskan saja Qanun Aceh tersebut dengan melakukan konsultasi bersama pihak DPR Aceh. Sehingga, kekhawatiran akan tumpang tindih peraturan bisa lebih terselesaikan. 

"Mau gak mau Kemendagri mesti mencabut surat penolakan itu. Pemerintah pusat kemudian bisa membentuk tim kecil untuk menyamakan persepsi dengan DPR Aceh," kata dia. 

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER