KASUS HAM

Usut Pelanggaran HAM, Jokowi Diminta Blusukan ke BIN

CNN Indonesia
Minggu, 14 Des 2014 15:15 WIB
Presiden Joko Widodo alias Jokowi diminta oleh sejumlah pihak untuk terus mengusut kasus pelenggaran HAM, termasuk pembunuhan Munir Said Thalib.
Aktifis Kontras memegang buku catatan Kasus Munir di kantor Kontras, Jakarta, Minggu, 30 November 2014. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) mengecam keras pemberian pembebasan bersyarat Pollycarpus pelaku pembunuhan aktifis HAM Munir, mereka menilai pemberian pembebasan bersyarat tersebut merupakan sinyal bahaya terhadap penuntuasn kasus pembunuhan Munir dan juga perlindungan HAM dalam pemerintahan Joko Widodo. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo alias Jokowi diminta oleh sejumlah pihak untuk terus mengusut kasus pelenggaran HAM, termasuk pembunuhan terhadap pegiat HAM Munir Said Thalib. Mekanismenya, dengan melakukan blusukan ke Badan Intelijen Negara untuk mendapatkan bukti baru dalam kasus tersebut. Selama ini, pengusutan kasus tersebut dinilai macet.

"Jokowi tidak berani blusukan ke BIN mencari dokumen itu (pembunuhan)," ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, dalam diskusi catatan akhir tahun "HAM Hari Ini Siapa Bertanggungjawab?" di Cikini, Jakarta, Minggu (14/12).

Pihaknya meyakini ada keterlibatan anggota BIN sebagai dalang intelektual kasus pembunuhan pada 7 September 2004 silam. Namun, selama ini bukti tersebut seakan dimusnahkan oleh BIN.

"Kan ada dokumen penugasan Pollycarpus ke Garuda oleh kantor BIN. Komputer yang digunakan (anggota BIN) Budi Santoso untuk menugaskan Polly, filenya sudah ada," ujar Wakil Koordinator KontraS Chris Biantoro di Cikini, Jakarta, Minggu (14/12). Menurut Chris, Presiden Jokowi punya kewenangan untuk melakukan audit internal kepada BIN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, Pollycarpus Budihadi Prijanto --mantan pilot Garuda Indonesia--- sudah menghirup udara bebas. Ia mendapatkan pembebasan bersyarat lantaran mendapatkan diskon masa hukuman sebanyak 41 bulan dari total hukumannya.

Sebelumnya, mantan pilot maskapai Garuda Indonesia itu divonis 14 tahun penjara oleh majelis hakim Mahkamah Agung setelah Peninjauan Kembali (PK) yang kedua diajukan. PK bernomor 133 PK/PID/2011 tersebut diputus pada tanggal 2 Oktober 2013.

"Banyak juga diduga dokumen di BIN soal pelanggaran HAM masa lalu yang lain, itu harus dibuka. Itu sesuai agenda Komisi Kebenaran Rekonsiliasi untuk mengungkapkan kebenaran," ujar Chris.

Hingga saat ini, sederetan pengusutan kasus pelanggaran HAM masa lalu masih mandeg di antaranya Talangsari, Trisakti, G30S, Malari, Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh dan pembunuhan pegiat HAM, Munir.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER