Jakarta, CNN Indonesia -- 2014 menjadi tahun yang sangat dinamis untuk kehidupan politik di Indonesia. Bahkan arogansi politik yang dibenturkan dengan gerakan rakyat, termasuk paling banyak terjadi di tahun ini. Misalnya masalah keinginan pemilihan kepala daerah langsung, Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD, dan beberapa kebijakan yang menuai reaksi keras sepanjang tahun.
"Kontestasi itu masih berlanjut. Pilpres sudah selesai, tetapi pembelahan masih ada. Itu terlihat dari masih adanya dua kubu (KIH-KMP) sampai sekarang termasuk perpecahan di internal partai," ujar Toto Sugiarto, Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) dalam diskusi akhir tahun bertemakan "2014: Tahun Arogansi Politik" di Jakarta, Rabu (17/12). (Baca:
KIH Diuntungkan dengan Perpecahan Partai Anggota KMP)
Desakan rakyat agar pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung misalnya, telah berhasil membuat langkah politik beberapa partai berubah. "Tampaknya masyarakat kita sudah mencapai taraf
civil society," jelas Toto melanjutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perpecahan yang ada saat ini, khususnya di tubuh partai sebagai pilar demokrasi disebabkan irisan pengusaha yang memimpin partai politik berdampak pada arogansi partai itu sendiri yang memberi ruang resistensi atas kritik.
"Pengusaha yang menjadi ketua partai politik membuat siapa pun ia menjadi arogan. Pada akhirnya itu berpengaruh juga terhadap konflik yang saat ini mulai muncul di beberapa partai," kata Kepala SSS, Sukardi Rinakit. (Baca:
Pengamat: Golkar Bagai Anak Usaha Grup Bakrie)
Lebih jauh, kekacauan politik sepanjang 2014 menjadi catatan penting yang dinilai Sukardi diawali akibat benturan antara patronase dengan aristokrasi baru dalam beberapa partai. "Lalu sumber daya politik penguasa incumbent yang jelas memaksa mereka untuk menghalalkan segala cara melanggengkan kekuasaan," ujarnya.
"Terakhir, di 2014 ini banyak pihak yang merasa mendapat dukungan masif dari masyarakat," tutur Sukardi menambahkan.
Walaupun konflik antar dan intra partai terus terjadi, namun tim SSS berpendapat konflik tidak akan berlangsung lama. Diprediksi 2015 konflik partai politik akan mereda dan melakukan introspeksi, dan pada 2016 partai akan disibukkan oleh konsolidasi menuju Pemilu 2019.