Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan kapal-kapal penangkap ikan dari Vietnam yang berjumlah 1.928 unit sudah tidak ada lagi di perairan Indonesia per hari ini, Rabu (24/12), sebab Kamis esok (25/12) adalah tenggat bagi kapal-kapal itu untuk berlindung di laut RI guna menghindari badai.
“Hari ini kapal-kapal Vietnam sudah selesai berlindung dan tidak ada lagi di wilayah perairan Natuna, Indonesia,” kata Susi di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (24/12).
Pemerintah Provinsi Ba Ria-Vung Tau, Vietnam, sebelumnya mengirim surat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan RI untuk meminta perlindungan atas kapal-kapal nelayan mereka yang berada di perairan Indonesia guna menghindar dari badai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat itu dikirim melalui Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Ho Chi Minh kepada Kedutaan Besar Vietnam di Indonesia. Dalam surat itu disebut sebanyak 1.928 kapal nelayan Vietnam yang membawa 13.399 Anak Buah Kapal memerlukan perlindungan dari serangan badai Typhoon Hagupit.
Susi mengatakan, jumlah kapal Vietnam yang luar biasa banyak itu menggambarkan betapa negara kecil seperti Vietnam memiliki ribuan kapal penangkap ikan yang berpotensi masuk wilayah perairan Indonesia.
“Jangan anggap mereka itu kapal-kapal kecil seperti sampan,” ujar Susi.
Ukuran terkecil kapal nelayan Vietnam mencapai 70 GT (gross ton). Angka itu berbanding terbalik dengan ukuran kapal yang dimiliki Indonesia. Kapal penangkap ikan Indonesia justru besarnya sama dengan kapal ukuran terkecil yang dimiliki Vietnam, yakni 70 GT.
Kapal-kapal penangkap ikan dari negara asing lain bahkan berukuran lebih besar. Ukuran kapal Thailand mencapai 200-300 GT. “Jadi bisa dibayangkan seperti apa kapal-kapal besar lain yang masuk ke perairan kita,” ujar Susi.
Lindungi nelayanSusi mengajak semua pihak mendukung upayanya menindak berbagai bentuk pelanggaran terhadap kelestarian sumber daya alam di sektor kelautan dan perikanan. Apalagi eksekusi yang dilakukan terhadap kapal-kapal ikan liar telah menunjukkan manfaat nyata bagi kelangsungan hidup para nelayan.
"Ini semua demi
livelihood para petani dan nelayan. Jadi upaya ini jangan hangat-hangat tahi ayam," kata Susi.
Menteri yang pernah menjadi pengepul ikan di Pangandara, Jawa Barat, itu mendapat laporan bahwa nelayan yang biasanya butuh waktu dua pekan untuk mendapat ikan, kini bisa mendapat jumlah yang sama hanya dalam waktu dua hari. Ini lantaran kapal-kapal penjarah ikan ilegal tak berani lagi beraksi, takut kapal mereka dibom aparat RI.
Di mata Susi, petani dan nelayan bukan sekadar profesi. Lebih dari itu, mereka kelompok budaya yang perlu mendapat perlindungan hukum. “Petani dan nelayan itu merupakan
basic livelihood sebuah bangsa. Mereka wajib diproteksi,” kata dia.
Agar upaya pemberantasan pencurian ikan ilegal dan pelanggaran di sektor kelautan terus berjalan, Susi tak bisa berjalan sendiri tanpa mendapat dukungan dari pihak lain, terutama TNI dan Kepolisian.
Kedatangan Susi ke KPK merupakan bagian dari upayanya meminta dukungan agar penegak hukum bisa merapatkan barisan dalam menangani masalah kelautan. Susi menegaskan perlu dibantu oleh semua pihak, termasuk KPK, karena dia tentu memiliki keterbatasan.