Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Solidaritas Pekerja Indonesia Luar Negeri (FSPILN) menyatakan ketidakpuasan terhadap kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) atas kasus Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di Trinidad dan Tobago, Amerika Selatan.
Juru bicara FSPILN Imam Syafii mengatakan jalan keluar yang diberikan oleh Kepala BNP2TKI Nusron Wahid dinilai tidak jelas.
"Saya masih tidak yakin sama solusi yang diberikan. Ujung-ujungnya ditawarin reintegrasi budidaya jamur punya dia," kata Imam saat dihubungi CNN Indonesia, Jumat (26/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imam mengatakan sebelumnya BNP2TKI telah menjanjikan hal yang serupa tapi tak kunjung diwujudkan. Pada waktu itu, BNP2TKI menyerahkan penanganan kasus kepada Gabungan Aliansi Rakyat Daerah Buruh Migran Indonesia (Garda BMI).
LSM tersebut, katanya, kemudian menggandeng International Organization for Migration (IOM) untuk memberikan penggantian upah ABK.
Upaya penyelesaian yang ditawarkan oleh Garda BMI di antaranya adalah modal untuk menjalankan usaha ternak bebek bagi 15 korban asal Cilacap, Jawa Barat.
"Tahun lalu sudah tanda tangan cek sebesar Rp 80 juta untuk ternak bebek di Cilacap tapi sampai sekarang belum juga turun uangnya. Semua dokumen hanya jatuh di tangan LSM untuk jadi proposal," ujar Imam saat ditemui ketika menggelar aksi di depan Gedung BNP2TKI, Jakarta, Senin (8/12).
Selain itu, Garda BMI juga mengumbar janji untuk membiayai sekolah kelautan bagi para korban agar bisa jadi pelaut unggul. Hingga kini, Imam mengaku janji tersebut juga belum terwujud.
"Sertifikat kepelautan yang katanya mau dikasih dari Spanyol seharga US $ 1.000 itu juga sampai sekarang belum jelas," kata Imam.
Melihat persoalan tersebut, Imam mengatakan pihaknya berencana memberikan pelatihan hukum pada ABK yang bekerja di luar negeri.
"Kami ingin bisa mengadvokasi diri sendiri," kata dia menegaskan.