Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dilibatkan dalam pengajuan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai pengganti Kapolri Jenderal Sutarman. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyarankan agar pihaknya selalu dilibatkan dalam proses pemilihan pejabat publik.
"Ini sebaiknya dilakukan terus-menerus untuk kemaslahatan publik, tapi kalau ternyata tidak dilibatkan, kami tidak bisa berbuat apa-apa," kata Bambang di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta, Sabtu (10/1).
Kehadiran Bambang di Pengadilan Tipikor adalah untuk bertemu para pegiat antikorupsi yang mempertanyakan rekam jejak Budi Gunawan. Menurut Bambang, keterlibatan KPK dalam menelusuri rekam jejak para calon sebelum menjabat dapat menjadi preseden baik bagi pemerintahan.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, menyebut tindakan Presiden Joko Widodo yang mengajukan Budi sebagai calon Kapolri sebagai skandal. Pasalnya, Budi dikenal sangat dekat dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia juga mantan ajudan Megawati. Dia tidak akan independen jika terpilih menjadi Kapolri," kata Haris di Pengadilan Tipikor.
Haris menyoroti nama Budi yang masuk daftar 25 pejabat Polri yang diduga memiliki rekening gendut. Meski dugaan ini telah dibantah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, namun Haris meminta agar sanggahan tersebut dapat dibuktikan.
Peneliti Indonesia corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, menyebutkan sejumlah kejanggalan dalam penunjukkan Budi sebagai satu-satunya calon Kapolri. Pengajuan nama Budi terkesan terburu-buru padahal masa jabatan Sutarman baru akan habis pada Oktober mendatang.
"Maka kami mendorong agar Presiden membatalkan surat pengajuan Kapolri atas nama Budi Gunawan yang telah diserahkan ke DPR. Presiden harus berkonsultasi lebih dulu kepada KPK dan PPATK," kata Emerson.
Presiden Jokowi diketahui mengirim surat kepada pimpinan DPR tetanggal 9 Januari 2015. Surat itu menyebut bahwa Budi Gunawan layak diangkat sebagai Kapolri karena memiliki kemampuan, kecakapan, dan memenuhi syarat jadi Kapolri.
KPK dan PPATK memang tidak dilibatkan dalam proses pemilihan Budi oleh Presien Jokowi. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, lembaga antikorupsi itu tidak pernah dimintai untuk menelusuri rekam jejak Budi.
Menteri Tedjo mengatakan, Presiden Jokowi belum membutuhkan kedua lembaga tersebut dalam proses pemilihan Budi. Sedangkan Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adrianus Meliala menjelaskan, lembaganya sebenarnya ingin meminta KPK, PPATK, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), bahkan Komnas Perlindungan Anak, untuk mendapat rekam jejak lebih lengkap mengenai kandidat Kapolri.
Namun, keinginan itu urung dilakukan Kompolnas karena Presiden ingin proses pemilihan Kapolri dilakukan dengan cepat. Tak diketahui alasan mengapa Jokowi ingin cepat mengganti Sutarman dengan Budi.
(rdk)