RUSUH DI PANIAI

Keseriusan Jokowi Atasi Pelanggar HAM Dimulai dari Paniai

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Jumat, 16 Jan 2015 07:32 WIB
Kasus penembakan di Paniai dinilai merupakan tolok ukur keseriusan Presiden Jokowi mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di Papua.
Peringatan Natal yang dilakukan untuk mengenang empat korban yang tewas saat Tragedi Paniai 8 di Komnas HAM, Jakarta, Rabu (24/12). (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Adat Paniai John Gobay menyatakan, Presiden Joko Widodo belum juga menunjukkan ketegasan atas kasus penembakan yang terjadi di Karel Gobay, Enarotali, Paniai Timur pada 8 Desember 2014.

John menilai, kasus Paniai merupakan tolok ukur keseriusan Jokowi dalam mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di Papua.

"Ini merupakan kasus pelanggaran HAM di Papua yang pertama selama Jokowi menjabat Presiden. Pengusutan kasus ini penting agar visi dan misi Jokowi mewujudkan penegakan hukum dan HAM tercapai," ujar John saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis malam (15/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam penembakan yang diduga dilakukan aparat TNI dan Polri tersebut, sebanyak empat remaja tewas ditembak dan 17 orang lainnya dirawat di rumah sakit.
"Jokowi saat Natal kemarin bilang mau serius menangani masalah ini dan menunjukkan empati terhadap keluarga korban. Kami tunggu Jokowi buktikan rasa empatinya jadi tindakan konkret," kata John.

Menurut John, Jokowi dapat membuktikan empati tersebut dengan mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk Komisi Penyelidikan Pelanggaran (KPP) HAM untuk kasus itu.
John berpendapat, pembentukan KPP HAM sangat penting agar pelakunya bisa diadili di Pengadilan HAM. "Ini adalah kasus pelanggaran HAM berat. Saya harap pimpinan TNI dan Kapolri dapat berjiwa ksatria dan jujur. Kalau anak buahnya sudah jelas melakukan, ya terbuka saja," ujar John.

Sementara itu, aktivis Papua Zely Ariane berpendapat penyelidikan kasus penembakan di Paniai berjalan di tempat. "Sejauh ini pihak kepolisian sudah mulai melakukan penyelidikan. Namun saksi dan korban masih bungkam," kata Zely.

Bungkamnya korban, menurut Zely, karena ketidakpercayaan mereka kepada polisi.

John berpendapat, "Mereka tidak mau bicara kepada polisi karena masih ada rasa marah yang besar terhadap pihak kepolisian yang dianggap sebagai bagian dari pelaku penembakan," katanya.

Pihaknya pun kemudian meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Kamis (15/1).

"Kami sudah sosialisasikan masalah ini ke LPSK. Tanggapan mereka positif. Nanti kalau persidangan sudah dimulai, korban dan saksi bisa dilindungi LPSK," kata Zely.

Zely mengaku masih sangat berharap KPP HAM bisa segera terbentuk. Sejauh ini, Komnas HAM telah membentuk Tim Penyelidik Peristiwa Paniai yang terdiri dari Komisioner Komnas HAM, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh universitas.

"Kami akan lakukan investigasi terlebih dulu selama tiga bulan dan menentukan apakah kasus ini termasuk pelanggaran HAM berat. Bila masuk, kami akan membentuk Tim Ad Hoc atau yang biasa disebut KPP HAM," kata Komisioner Komnas HAM Manager Nasution.

Manager menjelaskan, ada dua syarat sebuah kasus dikategorikan pelanggaran HAM berat. Pertama, kasus ini terjadi secara sistematis atau ada perintah yang terstruktur. Kedua, kasus ini terjadi secara meluas.

Saat ini Komnas HAM telah menemukan empat dugaan pelanggaran HAM dari kasus Paniai. Pertama, ada pelanggaran hak untuk hidup. Kedua, terjadi penganiayaan. Ketiga, hak anak dilanggar. Keempat, hak untuk merasa aman dilanggar. "Terbukti dengan ada anak-anak yang meninggal," katanya. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER