EKSEKUSI TERPIDANA MATI

Jokowi Pastikan Tolak Semua Grasi Pidana Mati Perkara Narkoba

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 19 Jan 2015 15:35 WIB
Pemerintah tak khawatir jika kebijakan menolak grasi pidana mati membuat hubungan Indonesia dengn negara lain menjadi renggang dan bahkan buruk.
Ilustrasi. Pemerintah tidak khawatir jika kebijakan menolak grasi pidana mati membuat hubungan Indonesia dengn negara lain menjadi renggang dan bahkan buruk. (Diolah dari thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno memastikan, pemerintah menolak menolak semua permintaan grasi pidana mati dalam kasus narkoba. Kepastian tersebut sebagai bentuk konsistensi pemerintah Indonesia dalam memengerangi peredaran dan penyalahgunaan narkotik.

"Semua kasus yang sudah inkracht hukum mati karena kasus narkoba, grasi akan ditolak oleh Presiden. Ini pernyataan dari Presiden. Jadi tidak akan tebang pilih," ujar Tedjo di Istana Negara, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (19/1).

Tedjo mengaku tidak khawatir jika kebijakan tersebut akan membuat hubungan Indonesia dengan negara lain menjadi renggang atau bahkan buruk. Eksekusi mati terhadap pengedar narkotik tidak berbeda dengan pidana mati yang dijatuhkan terhadap warga negara Indonesia yang dinilai bersalah atas sebuah kasus di negara lain.

"Warga negara kita dihukum mati di Malaysia, meski sudah diberi bantuan hukum, tetap saja dilaksanakan (eksekusi). Kita juga tidak ada apa-apa dengan Malaysia," kata Tedjo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menilai wajar jika negara yang warga negaranya tersangkut kasus hukum di luar negeri memberi bantuan hukum. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk perlindungan negara terhadap seluruh rakyatnya. "Semua negara yang warga negaranya terlibat masalah hukum tentu akan memberikan bantuan hukum," ujarnya.

Pemerintah Brasil dan Belanda diketahui memanggil pulang Duta Besar mereka ke negara masing-masing setelah warganya dieksekusi mati regu tembak di Nusa Kambangan, Ahad dini hari (18/1). Padahal sebelumnya, pemerintah Belanda dan Brasil memohon agar Indonesia membatalkan eksekusi mati tersebut.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan, Duta Besar Belanda untuk Indonesia Rob Swartbol dan Duta Besar Brasil untuk Indonesia Paulo Alberto Da Silveira Soares tidak ditarik. Keduanya dipanggil ke ibukota negara asal untuk konsultasi dengan pemerintah pusat.

"Jadi memang ini ada istilah yang harus diluruskan. Karena beberapa teman mengatakan penarikan dubes, yang terjadi adalah pemanggilan ke capital untuk melakukan konsultasi," ujar Retno di Istana Negara, Senin (19/1).

Retno berpandangan, persoalan ekseskusi mati gembong narkotik merupakan bentuk penegakan hukum dari sebuah negara berdaulat untuk memerangi kejahatan serius, yaitu kejahatan narkotik. "Yang kalau kami lihat dari data, semuanya menunjukkan kita dalam situasi yang darurat," kata Retno. (rdk/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER