Kepasrahan Menteri Yohana pada Presiden Jokowi

Noor Aspasia | CNN Indonesia
Selasa, 10 Feb 2015 23:59 WIB
Kalaupun dirinya harus melepas kursi menteri, Yohana menyesalkan jika perombakan dilakukan hanya karena evaluasi 100 hari kerja Presiden Jokowi
Menteri Pemberdayaan Perlindungan dan Perlindungan anak (PP & PA) Yohana Susana Yambise mengaku menyayangkan jika rencana perombakan kabinet hanya dilakukan berdasarkan evaluasi 100 hari kerja Jokowi-Jusuf Kalla. (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yambise, memasrahkan nasib kursi menterinya pada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu diungkapkannya setelah mendengar adanya rencana perombakan Kabinet Kerja, yang baru berumur tiga bulan. 

"Pak Presiden yang punyak hak penuh untuk merombak kabinet, jadi jika dirasa sudah tidak cocok itu semua wewenang penuh Presiden," ujar Yohana saat ditemui di Kementerian PP & PA, Jakarta, Senin, (9/2).

Namun, Yohana menyesalkan jika perombakan kabinet itu berasal dari evaluasi 100 hari kerja menteri. Dia menilai, kurun tiga bulan tidak bisa dijadikan sebagai patokan kesuksesan program menteri Kabinet Kerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Program bisa saja berjalan, lalu yang diukur pasti apa yang dihasilkan dari program tersebut. Kurun waktu 100 hari belum bisa menjawab itu," ucapnya.

Meski begitu, Yohana mengaku tak bisa berbuat apa-apa sebab seluruh keputusan ada di tangan Presiden Jokowi. Hal ini karena keberadaan menteri adalah sebagai pembantu presiden. Artinya, jika diangkat oleh presiden, maka yang berhak untuk memecat juga presiden.

Sebelumnya, Jaringan Perempuan Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengganti beberapa menteri di jajaran Kabinet Kerja. Menteri tersebut adalah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohanna Yembise, serta Menteri Kesehatan Nila Moeleoek.

Ketiga menteri ini dinilai tidak dapat menerjemahkan visi misi Jokowi-JK hal perlindungan tenaga kerja dan perempuan Indonesia dalam 100 hari pemerintahannya.

"Mereka (Menteri Hanif, Menteri Yohanna, dan Menteri Nila) seharusnya punya sikap tegas terhadap isu perempuan. Tapi kami melihat tidak ada niat politik untuk melakukannya," kata Direktur Jaringan Perempuan Indonesia, Valentina Sagala di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, kemarin, Ahad (8/2).

Menurut Valentina, setidaknya dalam 100 hari, para menteri sudah mempunyai pandangan mengenai langkah-langkah strategis yang akan ditempuh selama lima tahun masa pemerintahan ke depan. (meg/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER