Nasib Istana Negara di Pintu Air Manggarai

Hafidz Mukti Ahmad | CNN Indonesia
Senin, 09 Feb 2015 16:37 WIB
Pintu air Manggarai menjadi titik sentral pemecah banjir "kiriman" dari Katulampa, Bogor, sekaligus menjadi benteng pertahanan Istana Negara dari banjir.
Banjir di kawasan Medan Merdeka, lingkar satu Istana Negara, Senin (9/2). (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Banjir sudah langganan menyambangi Jakarta. Januari 2013, banjir bahkan masuk ke Istana Negara setinggi betis orang dewasa. Saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggulung celana panjangnya selutut dan sampai membatalkan pertemuan dengan Presiden Argentina Christina Fernandez De Kirchner.

Batalnya pertemuan antara kedua kepala negara gara-gara pintu air Manggarai tak kuat lagi menahan debit air Sungai Ciliwung, sehingga air melimpas keluar, menggenangi jalan-jalan di pusat kota Jakarta.

Hari ini, Senin (9/2), banjir kembali menyapa Jakarta setelah hujan mengguyur nyaris 24 jam sejak malam hingga siang hari. Namun Istana tak sampai terendam. Air memang menggenangi jalanan depan Istana, namun tak sampai masuk ke dalam. Pukul 11.00 WIB, air setinggi 30 cm "menggedor" pintu masuk depan Istana Negara, namun tak berhasil masuk.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banjir atau tidaknya Istana amat tergantung pada ketahanan pintu air Manggarai. Bila pintu air Manggarai dibuka, air dipastikan melaju menuju pusat Jakarta, ke lingkar satu Istana.

Pintu air Manggarai bermula pada ide menghubungkan Kali Krukut dengan Kali Ciliwung. Gagasan ini dinilai mampu mengalihkan aliran air yang kala itu menggenangi Menteng dan Weltevreden --tempat tinggal utama orang-orang Eropa di pinggiran Batavia; juga mampu menahan laju air ke pusat Batavia.

Prof. Herman van Breen adalah arsitek yang bertanggung jawab dalam menyusun perencanaan pengendalian banjir melalui Kanal Banjir Barat, sistem polder, dan rencana Kanal Banjir Timur pada masa itu. Pada 2003, baru Kanal Banjir Barat yang berhasil diwujudkan. Air yang seharusnya menggenangi Jakarta Pusat pun beralih menggenangi daerah yang lebih rendah di Manggarai di Jakarta Selatan dan Jatinegara di Jakarta Timur.

Pada 2013 ketika Istana Negara terendam, pintu air Manggarai memang sengaja dibuka untuk mengurangi debit air yang mengenangi wilayah Kalibata, Jatinegara, Cawang, dan Kampung Melayu. Hal ini langsung berdampak pada tergenangnya pusat Kota Jakarta.

Pintu air Manggarai ini tak bisa berdiri sendiri, melainkan amat bergantung pada dua pintu air sebelumnya, yakni pintu air Depok dan pintu air Katulampa di Bogor. Banjir 2007 --salah satu banjir terbesar di Jakarta-- terjadi karena meluapnya Sungai Ciliwung dan 12 sungai lain yang menyebabkan hampir semua jalan di Jakarta terputus dan melumpuhkan semua aktivitas ekonomi ibu kota.

Saat SBY menjabat, pintu air Manggarai dibuka atas keputusan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo --yang saat ini menjabat Presiden menggantikan SBY. Jokowi mengambil risiko membiarkan Istana Negara terendam juga berdasarkan instruksi SBY yang memintanya tak memikirkan nasib Istana dan lebih mementingkan evakuasi warga di wilayah-wilayah lain Jakarta yang terendam banjir.

"Saya sudah tahu Istana terendam banjir setengah meter. Pak Presiden sudah telepon," kata Jokowi saat itu di Balai Kota DKI Jakarta, 17 Januari 2013.

Kali ini, penerus Jokowi dalam memimpin ibu kota, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tak menyangka jika hujan awal pekan ini sangat lebat dengan durasi panjang. Dia pun mengatakan bukan tak mungkin Istana Negara akan kembali terendam banjir.

Meski demikian, Ahok menyatakan tak akan membiarkan banjir mencapai Istana selama masih diupayakan dapat ditanggulangi. "Tidak ada alasan Monas dan Istana terendam," kata rekan dua tahun Jokowi dalam memimpin Jakarta itu. (pit/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER