DPR Dinilai Berwajah Majikan, Aktivis PRT Ancam Mogok Makan

CNN Indonesia
Senin, 16 Feb 2015 09:43 WIB
Hari ini, para aktivis pembela hak pembantu rumah tangga berencana melakukan aksi mogok makan. Selama 11 tahun rancangan beleid soal PRT tak masuk prioritas.
Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran mengaku kecewa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencoret RUU Perlindungan Pembantu Rumah Tangga dalam Program Legislasi Nasional, di Jakarta, Ahad (15/2). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran memprotes keras sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencoret RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Lantaran bersikap demikian, para wakil rakyat itu dinilai berwajah laiknya majikan yang enggan memberi hak-hak pekerjanya.

Oleh karenanya, Koordinator Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini pun mengancam akan melakukan aksi mogok makan hingga RUU tersebut dimasukkan dalam Prolegnas. Aksi solidaritas kepadanya juga akan dilakukan oleh sedikitnya 20 orang aktivis PRT.

"Mulai Senin, Jala PRT akan melakukan mogok makan sampai DPR nenetapkan UU PRT masuk pembahasan. Mogok makan karena keprihatinan terhadap wajah DPR sebagai majikan daripada wakil rakyat," ujar Lita saat peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, kemarin.

Lita juga mempertanyakan soal tidak dibahasnya RUU PRT yang telah dua kali masuk dalam Prolegnas pada dua periode DPR sebelumnya. "Kenapa sudah 11 tahun masuk prolegnas tapi dijegal terus dan tidak dibahas?" katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal senada juga diutarakan aktivis perempuan dari Jaringan Kerja Legislasi Pro Perempuan, Nursyahbani Katjasungkana. Ia menilai anggota dewan tak mau apabila tuntutan hak-hak pekerja lebih tinggi dengan meminta upah lebih. Alasan tersebut menjadi salah satu penjegal RUU PRT tak juga kunjung dibahas.

Padahal, biaya pembahasan sudah dianggarkan. "Kalau satu RUU itu dananya Rp 3,5 miliar. Kalau hanya muter-muter, jadi sia-sia," ujar Nursyahbani dalam diskusi.

"DPR tidak mau kalau ada permasalahan, terutama yang menyangkut hak. Jadi diabaikan kepada dinas Ketenagakerjaan," ujarnya.

Sementara itu, pemerintah dinilai juga tak mendukung upaya perlindungan PRT. "Pemerintah sekarang jauh lebih buruk dari pemerintah kolonial," ujarnya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER