Jakarta, CNN Indonesia -- Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran memprotes keras sikap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mencoret RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Lantaran bersikap demikian, para wakil rakyat itu dinilai berwajah laiknya majikan yang enggan memberi hak-hak pekerjanya.
Oleh karenanya, Koordinator Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini pun mengancam akan melakukan aksi mogok makan hingga RUU tersebut dimasukkan dalam Prolegnas. Aksi solidaritas kepadanya juga akan dilakukan oleh sedikitnya 20 orang aktivis PRT.
"Mulai Senin, Jala PRT akan melakukan mogok makan sampai DPR nenetapkan UU PRT masuk pembahasan. Mogok makan karena keprihatinan terhadap wajah DPR sebagai majikan daripada wakil rakyat," ujar Lita saat peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga Nasional, di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, kemarin.
Lita juga mempertanyakan soal tidak dibahasnya RUU PRT yang telah dua kali masuk dalam Prolegnas pada dua periode DPR sebelumnya. "Kenapa sudah 11 tahun masuk prolegnas tapi dijegal terus dan tidak dibahas?" katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga diutarakan aktivis perempuan dari Jaringan Kerja Legislasi Pro Perempuan, Nursyahbani Katjasungkana. Ia menilai anggota dewan tak mau apabila tuntutan hak-hak pekerja lebih tinggi dengan meminta upah lebih. Alasan tersebut menjadi salah satu penjegal RUU PRT tak juga kunjung dibahas.
Padahal, biaya pembahasan sudah dianggarkan. "Kalau satu RUU itu dananya Rp 3,5 miliar. Kalau hanya muter-muter, jadi sia-sia," ujar Nursyahbani dalam diskusi.
"DPR tidak mau kalau ada permasalahan, terutama yang menyangkut hak. Jadi diabaikan kepada dinas Ketenagakerjaan," ujarnya.
Sementara itu, pemerintah dinilai juga tak mendukung upaya perlindungan PRT. "Pemerintah sekarang jauh lebih buruk dari pemerintah kolonial," ujarnya.