Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPRD M Taufik membantah pihaknya yang mengajukan anggaran pengadaan buku trilogi Ahok. Menurutnya usulan tersebut berasal dari pihak eksekutif yang dibahas bersama dewan dalam rapat komisi.
"Itu kan eksekutif yang ngajuin. Rapat pembahasan kan ada SKPD juga," kata Taufik saat dihubungi CNN Indonesia, Sabtu (28/2).
Sama seperti anggaran pengadaan UPS yang sempat mencuat beberapa hari lalu, Taufik menegaskan bahwa usulan anggaran berasal dari pihak Pemprov DKI yang dirapatkan bersama dewan. Ia kembali mengatakan DPRD tidak pernah mengajukan anggaran buku tersebut. "Iya lah itu eksekutif," katanya singkat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taufik lantas balik mencontohkan adanya temuan lain di Komisi D DPRD DKI.
"Misalnya ada temuan di Komisi D itu anggaran pemberantasan rayap, yang ajukan eksekutif itu, kami tanya ke SKPD ternyata dia (SKPD) enggak sanggup, itu kami coret," ujar politisi Gerindra tersebut.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budhiman sendiri juga membantah adanya anggaran pengadaan buku itu. Ia mengaku tidak tahu bahwa ada mata anggaran tersebut dalam APBD DKI 2015.
"Kami (Dinas Pendidikan) tidak tahu dan tidak pernah mengusulkan buku tersebut," ucap Arie
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, melalui akun twitter pribadinya, menyampaikan bahwa anggaran buku trilogi itu ada dalam APBD versi DPRD.
"Anggaran pembuatan trilogi buku saya yang sebesar Rp 30 miliar itu ada di APBD versi DPRD," tulis Ahok.
Ada tiga buku trilogi Ahok yang dianggarkan dalam dokumen RAPBD DKI 2015, masing-masing berjudul 'Nekad Demi Rakyat', 'Dari Belitung Menuju Istana', dan 'Tionghoa Keturunanku, Indonesia Negaraku'.
Setiap buku mendapat jatah anggaran sebesar Rp 10 miliar sehingga seluruhnya menelan biaya Rp 30 miliar.
Anggaran itu terdapat di Dinas Pendidikan yang bermitra dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta. Komisi E sendiri membawahi bidang kesejahteraan rakyat dan diketuai oleh Pantas Nainggolan.
Fakta baru ini kembali menambah daftar perseteruan antara Ahok dan DPRD DKI Jakarta, setelah sebelumnya pihak DPRD menggulirkan hak angket, dan Ahok seakan membalasnya dengan pelaporan dugaan kemunculan dana siluman di APBN DKI Jakarta 2015 ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
(pit)