Jakarta, CNN Indonesia -- Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyoroti kisruh "dana siluman" yang terjadi antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jakarta. Inspektur Jenderal Kemdikbud Haryono Umar memastikan, akan mempertanyakan Inspektorat Daerah terkait realisasi anggaran pendidikan di Jakarta.
"Kami akan tanyakan kepada Itda untuk pengawasan soal anggaran. Karena kami ingin penggunaan anggaran pendidikan digunakan secara luas untuk hal-hal yang memang bermanfaat bagi kemajuan pendidikan," kata Haryono kepada CNN Indonesia, Ahad lalu (1/3).
Namun Haryono memastikan bahwa sejak dirinya menjabat Irjen di Kemdikbud, realisasi penggunaan anggaran pendidikan telah mendapat pengawasan yang lebih ketat. Apalagi, jajarannya juga selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Inspektorat Daerah untuk mengonfirmasi bahwa setiap penggunan anggaran diawasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait kisruh APBD, Haryono sependapat dengan Ahok yang menyebut bahwa anggaran pengadaan
Uninterruptible Power Supply (UPS) berharga miliaran itu tidak termasuk kebutuhan sekolah. Pasalnya, masih ada sejumlah kebutuhan penting yang bahkan mendesak untuk dipenuhi selain UPS.
"Anggaran UPS sekian miliar memang besar sekali, sementara masih banyak dibutuhkan sarana dan prasarana serta perbaikan sekolah rusak. Kenapa tidak untuk itu anggarannya?" ujar Haryono.
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011 ini menyebut, pemerintah daerah memang memiliki otoritas untuk menentukan penggunaan anggaran. Namun secara fungsional, Itjen Kemdikbud dengan pengawas di daerah dapat melukan komunikasi agar peningkatan mutu pendidikan berjalan sinergis.
"Karena jangan lupa, ada juga anggaran yang ditransfer pusat ke daerah untuk pendidikan. Anggaran ini yang harus terus diawasi penggunaannya agar benar sampai untuk mencerdaskan masyarakat," tuturnya.
Polemik rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta tahun 2015 antara Ahok dengan DPRD muncul setelah Ahok mengirim draf anggaran versi e-budgeting. Draf itu dikirim Ahok lantaran dia merasa ada "dana siluman" yang muncul dalam anggaran veri DPRD.
Isu "dana siluman" dalam APBD sebelumnya sudah muncul saat Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif di APBD Jakarta sebesar Rp 8,8 triliun. DPRD telah membantah hal tersebut.
RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari. Namun perseteruan antara keduanya berlanjut setelah Pemerintah Provinsi Jakarta mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui.
Draf itu tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena Pemprov tak memasukkan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.
Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali hendak memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.
Ahok tak mau kasus dana siluman di APBD Jakarta terulang lagi seperti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Akhir 2014, BPKP mengungkapkan adanya dana siluman di Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta.
Sementara anggaran pendidikan yang disoroti Haryono yaitu terkait penganggaran pengadaan buku Trilogi Ahok yang tercantum dalam dokumen RAPBD Jakarta yaitu 'Nekad Demi Rakyat', 'Dari Belitung Menuju Istana', dan 'Tionghoa Keturunanku, Indonesia Negaraku'. Anggaran untuk ketiga judul buku tersebut mencapai Rp 30 miliar.
Namun Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budhiman mengaku tak tahu menahu mengenai rencana pengadaan buku tersebut. Arie juga menyebut dinasnya tak pernah mengusulkan pengadaan buku itu.
(rdk)