Jakarta, CNN Indonesia -- Umar (10) masih ingat betul peristiwa putusnya jembatan gantung penghubung Desa Tambak, Kecamatan Cimarga dengan Desa Pajagan, Kecamatan Sajira, Lebak, Banten. Saat jembatan tersebut roboh pada Selasa (10/3) lalu, murid kelas IV Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Pajagan tersebut tengah menyeberangi sungai bersama 43 siswa lainnya.
“Jembatannya goyang-goyang, kemudian langsung putus,” kata Umar mengenang. Sudah lima tahun menyeberang demi menimba ilmu, kejadian ini merupakan yang pertama kalinya bagi Umar.
Yadi (10) juga mengalami hal yang sama. “Saat jembatan hampir putus, aku sudah berada di tengah jembatan. Tiba-tiba putus, aku langsung jatuh ke dalam air sungai,” kata Yadi dengan suara pelan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beruntung, kedua anak itu bisa berenang. Sontak ketika menyentuh air, mereka langsung berenang ke tepi sungai. Luka fisik seperti lebam-lebam tidak bisa dihindari. “Ada teman yang lebih parah. Dia terlilit kawat jembatan,” kata Yadi.
Meski trauma dan takut, Yadi dan Umar tidak menghempaskan asanya karena kejadian tersebut. “Aku mau jadi tentara,” kata Yadi, yang kemudian disusul juga oleh Umar. Sehari libur, pada hari berikutnya, mereka sudah mulai sekolah.
Karena jembatan telah rusak, mereka berangkat dengan menggunakan perahu yang telah disediakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). “Jadi takut ke sekolah, tapi ibu nyuruh masuk,” kata Aliyah, siswa kelas IV SDN 1 Pajagan, yang juga menjadi korban dalam peristiwa itu.
Jadi takut ke sekolah, tapi ibu nyuruh masuk,”Aliyah, siswa kelas IV SDN 1 Pajagan |
Berbeda dengan mereka, Surdi, siswa kelas V SDN 1 Pajagan mengalami luka yang berat. Ia mengalami sakit pada tulang belakang. Akibatnya, Surdi terbaring lemah di rumahnya.
Alasan biaya membuat keluarga Surdi tidak membawanya ke rumah sakit. Bukan hanya itu, biaya akomodasi yang tinggi bila mereka membawa Surdi ke RS juga menjadi alasan.
Sang ibu juga bingung karena tidak ada yang menjaga kelima anaknya yang lain bila Surdi kemudian dibawa ke RS. Namun, setelah berdialog dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, keluarga Surdi akhirnya memutuskan membawa Surdi ke RS Umum Daerah Adjidarmo, Lebak, Banten. Soal biaya, Anies menegaskan negara akan membiayainya.
“Bila tidak segera diobati, anak ini bisa cacat seumur hidup. Biaya tidak seberapa. Pemerintah harus turun tangan.” Kata Anies saat ditemui di Desa Pajagan, Kecamatan Sajira, Lebak, Banten, Senin (16/2).
Dengan bantuan warga sekitar, Surdi kemudian dibawa dengan tandu untuk dilarikan ke RS. Dari Desa Tambak, Surdi dibawa menyeberangi sungai dengan perahu karet.
Beberapa kali, wajahnya terlihat meringis, ada kesan tidak nyaman dalam ekspresinya. Sementara sang ibu, mengikuti dari belakang dengan mata berkaca-kaca.
Sekarang, teman-teman Surdi masih menunggunya untuk kembali belajar di sekolah. Para guru pun berharap Surdi dapat segera kembali beraktivitas seperti sedia kala.
“Tentu kami mengerti keadaan Surdi. Ketertinggalan akademiknya tidak akan terlalu dipermasalahkan,” kata pengajar di SDN 1 Pajagan, Wahyudin.
Kawan-kawan Surdi masih setia menunggu kedatangannya. Mereka juga menunggu saat-saat di mana asa mereka tidak lagi bersanding dengan bala. Saat-saat di mana mereka dapat menimba ilmu tanpa harus merasa takut.
(hel)